tag:blogger.com,1999:blog-68437193070899682142024-03-14T06:16:30.070-07:00KAJIAN ISLAMIMasjid Nurul Jannah Belencong desa midang kec. gunung-sari lombok baratahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.comBlogger26125tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-65520603232127642382014-07-04T19:15:00.001-07:002014-07-04T19:36:15.913-07:00Melafazkan Niat: Bid'ahkah? Bulan Ramadhan merupakan momentum umat Islam untuk semakin
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai aktifitas positif. <br />
Di samping itu, bulan ini juga merupakan bulan di mana semangat
mencari ilmu umat Islam semakin tinggi frekwensinya. Hal ini ditandai
dengan semaraknya berbagai kegiatan dalam rangka mengisi bulan ini
dengan berbagai amal ibadah. Oleh sebab itulah, beragam aktifitas ini
akhirnya seakan menjadi sebuah tradisi tahunan. <br />
Di antara tradisi yang mengakar kuat, khususnya di masjid-masjid
yang umat Islam sekitarnya umumnya bermazhab Syafi'iyyah adalah membaca
niat puasa selepas shalat Tarawih. Lafaz yang masyhur dibaca adalah
sebagai berikut: <br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: medium;">نويت صوم غد عن أداء فرض شهر رمضان هذه السنة لله تعالى </span></div>
<span style="font-style: italic;">"Aku berniat berpuasa pada
esok hari sebagai sebuah kewajiban yang dilakukan pada bulan Ramadhan
pada tahun ini dengan mengharap balasan dari Allah Ta’ala." </span><br />
Terkait kontent, tidak ada yang salah dengan lafaz niat ini.
Hanya saja kadangkala hanya karena permasalahan yang tidak prinsipil
seperti melafalkan niat dan semisalnya, kesucian bulan Ramadhan
dapat ternodai. <br />
<span class="fullpost"><br /><br />
<br /><br />
Bagi yang mengamalkan kadangkala menuduh orang-orang yang tidak
mengamalkannya sebagai penganut Wahabi dan gerakan transnasional serta
menganggap ibadah puasanya tidak sah. <br />
Di pihak yang lain, yaitu mereka yang tidak mengamalkannya,
menganggap apa yang dilakukan orang-orang yang melafazkan niat untuk
ibadah tertentu sebagai ahli bid'ah. perselisihan ini seringkali
berujung pada saling menyalahkan bahkan membid'ahkah dan akhirnya dapat
berdampak pada terputusnya tali ukhuwwah di antara sesama muslim.
Bahkan bisa saja antara seorang anak dan bapaknya. <br />
Padahal, hal seperti ini seyogyanya tidak boleh terjadi, jika
umat Islam dapat berlapang dada menerima berbagai perbedaan yang tidak
bersifat fundamental/prinsip. Apalagi perbedaan semacam ini,
merupakan perbedaan klasik, di mana para ulama kita terdahulu telah
mencontohkan cara terbaik menyikapi perbedaan ini. yaitu dengan cara
saling menghormati pandangan masing-masing. <br />
Di samping itu, sesungguhnya Allah telah memberikan mereka
ganjaran pahala kepada masing-masing atas usaha ijtihad yang mereka
lakukan. Terlepas benar atau salah hasil ijtihad mereka menurut
Allah SWT. <br />
Bagi ijtihad yng benar menurut Allah, maka dua pahala yang
dianugrahkan kepadanya, sebaliknya jika salah, ia mendapatkan satu
kebaikan berupa satu pahala. <br />
Pandangan Ulama tentang Melafazkan Niat dalam ibadah <br />
Sebagaimana telah disinggung di atas. masalah melafazkan niat
untuk setiap ibadah merupakan masalah khilafiah klasik yang tidak perlu
dibesar-besarkan. Apalagi sampai terlontar kata-kata kafir, bid'ah,
ahli bid'ah, sesat dll. <br />
Terkait hukum melafazkan niat dalam berbagai ibadah, berikut
penulis nukilkan pandangan ulama khususnya ulama empat mazhab; Al
Hanafiyyah, Al Malikiyyah, Asy Syafi’iyyah dan Al Hanabilah: <br />
Pertama: Mayoritas ulama sepakat bahwa niat itu tempatnya di
hati, di mana jika seseorang melafazkan niat untuk ibadah tertentu,
namun hatinya tidak menetapkan niat ibadah tersebut atau niat di
hatinya untuk ibadah yang lain, maka yang dianggap sah adalah niat yang
ada di hati. <br />
Sebagai contoh: jika seseorang di hatinya berniat untuk
melaksanakan shalat zhuhur, namun lisannya melafazkan niat shalat ashar
maka yang dianggap sah adalah niat yang ada di hatinya. Imam Ad
Dardir Al Maliki berkata: "Jika lafaznya bertentangan dengan niat di
hatinya, maka yang sah adalah niat di hatinya meskipun lafaznya salah
karena lalai, namun jika itu dimaksudkan untuk bermain-main, maka
ibadahnya batal.” <a href="http://www.rumahfiqih.com/fikrah/x.php?id=261&=melafazkan-niat-bid%27ahkah-.htm#_ftn1" name="_ftnref1" title="">[1]</a> <br />
Berdasarkan pandangan ini pula, para ulama sepakat mengatakan
bahwa tidak disyaratkan sahnya sebuah ibadah dengan melafazkan niat
untuk melakukan ibadah tersebut.<a href="http://www.rumahfiqih.com/fikrah/x.php?id=261&=melafazkan-niat-bid%27ahkah-.htm#_ftn2" name="_ftnref2" title="">[2]</a> <br />
Kedua: Adapun hukum terkait melafazkan niat, berikut pandangan mereka:<a href="http://www.rumahfiqih.com/fikrah/x.php?id=261&=melafazkan-niat-bid%27ahkah-.htm#_ftn3" name="_ftnref3" title="">[3]</a> <br />
1. Mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali (jumhur ulama) sepakat
menyatakan bahwa melafazkan niat di setiap ibadah hukumnya sunnah dengan
menserasikan antara lafaz niat dengan niat yang ada di hati. <br />
2. Sebagian ulama mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa melafazkan niat hukumnya makruh. <br />
3. Sedangkan mazhab Maliki menyatakan bahwa hukumnya boleh,
namun lebih baik ditinggalkan, kecuali bagi orang-orang yang sering
was-was, maka disunnahkan melafazkannya, untuk menghilangkan was-was
tersebut. <br />
Berdasarkan pandangan ulama di atas, kita dapat memahami bahwa
masalah ini termasuk masalah khilafiyyah, di mana lafaz bid'ah dan
sejenisnya seyogyanya tidak boleh terlontar dari salah satu pihak
kepada pihak yang lain. <br />
Niat Puasa Ramadhan <br />
Terkait konteks ibadah puasa di bulan Ramadhan, para ulama
sepakat bahwa menetapkan niat di malam bula Ramadhan termasuk rukun yang
menjadi standar sah dan tidaknya puasa yang akan dilakukan. Mereka
mendasarinya pada sebuah hadis dari Hafshah bin Umar RA, Rasulullah SAW
bersabda: <br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: medium;">مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ </span></div>
<span style="font-style: italic;">”Barang siapa yang tidak
berniat sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. Tirmidzy,
An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad). </span><br />
Dalam fiqih, hal seperti itu diistilahkan dengan tabyit an-niyah
(تبييت النية), yaitu memabitkan niat. Maksudnya, niat itu harus sudah
terpasang sejak semalam, batas paling akhirnya ketika fajar shubuh
hampir terbit. <br />
Namun para ulama sepakat bahwa ketentuan untuk berniat sejak
sebelum terbitnya fajar hanya berlaku untuk puasa yang hukumnya fardhu,
seperti puasa Ramadhan, puasa qadha’ Ramadhan, puasa nadzar dan
puasa kaffarah. <br />
Sedangkan untuk puasa yang bukan fardhu atau puasa sunnah, para
ulama sepakat tidak mensyaratkan niat sebelum terbit fajar. Jadi boleh
berniat puasa meski telah siang hari asal belum makan, minum atau
mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa. <br />
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW ketika masuk ke rumah istrinya dan berniat untuk makan, namun
ternyata tidak ada sesuatu yang bisa dimakan. Maka kemudian
Rasulullah SAW spontan berniat untuk melakukan puasa. <br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: medium;">دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ ذَاتَ يَوْمٍ فقال: هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ غَدَاء؟ فقُالْنَا: لاَ. قَالَ: فَإِنيِّ إِذاً صَائِم </span></div>
<span style="font-style: italic;">"Dari Aisyah radhiyallahuanha
berkata bahwa Rasulullah SAW datang kepadaku pada suatu hari dan
bertanya, “Apakah kamu punya makanan?”. Aku menjawab, ”Tidak”.
Beliau lalu berkata, ”Kalau begitu aku berpuasa”.</span> (HR. Muslim) <br />
Para ulama menyimpulkan bahwa puasa ini adalah puasa sunnah dan
bukan puasa wajib. Sebab kalau seandainya puasa ini puasa wajib,
tentunya Rasulullah SAW tidak mungkin siang-siang datang ke rumah
istri beliau sambil berniat untuk makan di siang hari. <br />
<span style="font-style: italic;">Wallahua’lam bia ash shawab. </span>
http://www.rumahfiqih.com/fikrah/x.php?id=261&=melafazkan-niat-bid%27ahkah-.htmahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-44528432799971892522012-03-12T04:41:00.001-07:002014-07-04T22:01:12.252-07:00Hukum Menggerak-gerakkan Jari dalam ShalatBerikut ini diketengahkan ulasan lain tentang menggerakkan telunjuk pada saat tahiyat, seperti yang pernah dibahas sebelumnya. (redaksi)
<br />
<br />
Jika kita perhatikan, saat duduk tasyahhud dalam shalat memang tidak semua orang menggerakkan jari telunjuk dengan cara yang sama. Ini semata-mata karena perbedaan ulama dalam memahami hadits. Perbedaan ini terjadi sejak zaman tabi’in dan ulama mazhab. Perbedaan ini tidak menyebabkan tidak sahnya shalat dan tidak pula menyebabkan kesesatan, karena perbedaannya dalam hal furu’iyah yang masing-masing mempunyai dalil hadits Rasulullah SAW..<span class="fullpost"><br /><br />
<br /><br />
Adapun hadits yang dipahami berbeda-beda oleh ulama adalah hadits Rasulullah saw.:<br /><br />
عن ابن عمر رضي الله عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم اِذَاَ قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ اليُسْرَى عَلىَ رُكْبَتِهِ وَاليُمْنَى عَلىَ اليُمْنىَ, وَعَقَدَ ثَلاَثاً وَخَمْسِيْنَ وَأَشَارَ بِإِصْبِعِهِ السَّباَبَةِ --رواه مسلم
t;
<br /><br />
Dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW jika duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan tangan kanannya di atas lutut kanannya dan membentuk angka “lima puluh tiga”, dan memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuknya” (HR Muslim).
<br /><br />
Yang dimaksud dengan “membentuk angka lima puluh tiga” ialah suatu isyarah dari cara menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah disebut angka tiga, dan menjadikan ibu jari berada di atas jari tengah dan di bawah jari telunjuk.
<br /><br />
Adapun penyebab terjadinya perbedaan ulama tentang cara isyarah dengan jari telunjuk saat tasyahhud apakah digerakkan atau diam saja dan kapan waktunya adalah karena ada hadits yang sama denga di atas dengan tambahan teks (matan) dari riwayat lain, yaitu hadits yang diceritakan dari Sahabat Wail RA:<br /><br />
ثُمَّ رَفَعَ اصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهاَ يَدْعُوْ --رواه أحمد
<br /><br />”..... Kemudian beliau mengangkat jarinya sehingga aku melihatnya beliau menggerak-gerakkanya sambil membaca doa.” (HR: Ahmad).
<br /><br />
Sedangkan hadits yang diriwayatk dari Ibn Zubair RA:<br /><br />
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ يَشِيْرُ بِإِصْبِعِهِ إِذَاَ دَعَا لاَ يُحَرِّكُهَا --رواه أبو داود والنسائي
<br /><br />“Bahwa Nabi SAW memberi isyarat (menunjuk) dengan jarinya jika dia berdoa dan tidak menggerakkannya. (HR Abu Daud dan Al Nasai)
<br /><br />
Dari Hadits tersebut Imam Mazhab fiqh sepakat bahwa meletakkan dua tangan di atas kedua lutut pada saat tasyahhud hukumnya adalah sunnah. Namun juga para imam mazhab berbeda pendapat dalam hal menggenggam jari-jari dan berisyarat dengan jari telunjuk (Alawi Abbas al Maliki, Ibanahtul Ahkam, Syarh Bulughul Maram, Indonesia: al Haramain, Juz 1, h. 435-437. Dan lihat pula Al Juzayri, Kitab al-Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah, Beirut: Darul Fikr, 1424 H. Juz 1, h. 227-228).
<br /><br />
1. Menurut ulama mazhab Hanafi, mengangkat jari telunjuk dilakukan pada saat membaca lafadz “Laa Ilaaha”, kemudian meletakkannya kembali pada saat membaca lafadz “illallah” untuk menunjukan bahwa mengakat jari telunjuk itu menegaskan tidak ada Tuhan dan meletakkan jari telunjuk itu menetapkan ke-Esa-an Allah. Artinya, mengangkat jari artinya tidak ada Tuhan yang berhak disembah dan meletakkan jari telunjuk untuk menetapkan ke-Esa-an Allah.
<br /><br />
2. Menurut ulama mazhab Maliki, pada saat Tasyahhud tangan kanan semua jari digenggam kecuali jari telunjuk dan ibu jari di bawahnya lepas. kemudian menggerak-gerakkan secara seimbang jari telunjuk ke kanan dan ke kiri
<br /><br />
3. Menurut ulama mazhab Syafi’i, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah. Kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk sekali saja saat kalimat “illallah” (الا الله) diucapkan:
<br /><br />
4.Menurut mazhab Hambali, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah dengan ibu jari. kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk saat kalimat “Allah” ( الله) diucapkan ketika tasyahhud dan doa
<br /><br />
5. Pendapat Syeikh Al-Albani. (Lihat kitab Sifat Shalat Nabi halaman 140). bahwa menggerakkan jari dilakukan sepanjang membaca lafadz Tasyahhud.<br /><br />
Imam al-Baihaqi menyatakan:
<br /><br />
وَقَالَ البَيْهَقِيْ: يَحْتملُ أَنْ يَكُوْنَ مُرَادُهُ بِالتَحْرِيْكِ الإِشَارَةُ حَتَّى لاَيُعَارِضَ حَدِيْثَ ابْنِ الزُبَيْر
<br /><br />Kemungkinan maksud hadits yang menyatakan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan saat tasyahhud adalah isyarat (menunjuk), bukan mengulang-ulang gerakkannya, agar tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Zubair yang menyatakan tidak digerakkannya jari telunjuk tersebut. Hikmah memberi isyarah dengan satu jari telunjuk ialah untuk menunjukkan ke-Esa-an Allah dan karena jari telunjuk yang menyambung ke hati sehingga lebih mendatangkan kekhusyu’an.</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-16444112044703232872011-10-15T19:34:00.000-07:002011-10-15T19:36:30.740-07:00janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieedqV_-jwndEPyFJTfWOc59wzdk8r_3PGlPqgG_OSF7ZhRnElsqd0PM8NI9LMHpJIJflF53Gpfq-0-sHNSnl_xDFaPcbriy6GdNrAgu3SUCBCK-1kAq0NCrJfdA_mQA0FAdVTVQPsnQM/s1600/mati+syahid.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieedqV_-jwndEPyFJTfWOc59wzdk8r_3PGlPqgG_OSF7ZhRnElsqd0PM8NI9LMHpJIJflF53Gpfq-0-sHNSnl_xDFaPcbriy6GdNrAgu3SUCBCK-1kAq0NCrJfdA_mQA0FAdVTVQPsnQM/s200/mati+syahid.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5663913322334377602" /></a><br /><br />Memaknai ayat :”Janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim”<br /><br />“Maka, janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim”. Pesan ini berarti jangan kamu meninggalkan agama itu walau sesaat pun.<br /><br />Kalaulah kita akan menyimpulkan pesan dan wasiat Allah bagi setiap manusia, maka kalimat itu adalah: “Sekali-kali janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim” (QS. Ali ‘Imrân 3:102).<span class="fullpost"><br /><br />Wasiat serupa telah disampaikan Nabi Ibrahim As, yang merupakan Bapak nabi-nabi serta pengumandang akidah Tauhid. Lebih dari itu, beliau melestarikannya kepada generasi berikut. Al-Qur’an suci menguraikan hal itu dengan firman-Nya: Dan Ibrahim telah mewasiatkannya kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‘qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu, maka janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim, yakni memeluk agama Islam” (QS. al-Baqarah 2:132).<br /><br />Wasiat adalah pesan yang disampaikan kepada pihak lain secara tulus, menyangkut suatu kebaikan. Wasiat yang paling tulus adalah yang disampaikan pada saat-saat menjelang kematian, karena ketika itu, kepentingan duniawi sudah tidak menjadi perhatian si pemberi wasiat.<br /><br />Nabi Ibrahim As. berkata: “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu,” maksudnya, agama ini adalah tuntunan Allah, bukan ciptaanku. Memang banyak agama yang dikenal oleh manusia, tetapi yang ini, yakni yang intinya adalah penyerahan diri secara mutlak kepada-Nya, itulah yang direstui dan dipilih oleh-Nya. Karena itu, maka janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim, yakni berserah diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.<br /><br />Pesan ini berarti jangan kamu meninggalkan agama itu walau sesaat pun. Sehingga dengan demikian, kapanpun saatnya kematian datang kepada kamu, kamu semua tetap menganutnya. Kematian tidak dapat diduga datangnya. Jika kamu melepaskan ajaran ini dalam salah satu detik hidupmu, maka jangan sampai pada detik itu kematian datang merenggut nyawamu, sehingga kamu mati tidak dalam keadaan berserah diri. Karena itu, jangan sampai ada saat dalam hidup kamu yang tidak disertai oleh ajaran ini. Demikianlah lebih kurang maksud wasiat Nabi Ibrahim As.<br /><br />Ada sementara orang yang menduga bahwa Nabi Ibrahim As. adalah orang Yahudi atau Nasrani, dan bahwa anak keturunannya menganut agama selain Islam. Mereka itu dikecam oleh Allah dengan firman-Nya: “Adakah kamu hadir ketika Ya‘qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu; Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya” (QS. al-Baqarah 2:133).<br /><br />Adakah kamu hadir ketika Ya‘qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya …? Demikian pertanyaan ayat di atas yang ditujukan kepada orang-orang yang mengira Ya‘qub cucu Nabi Ibrahim menganut agama selain Islam. Mengapa yang ditanyakan adalah kehadiran mereka pada saat-saat kedatangan tanda-tanda kematiannya? Karena ketika itulah saat-saat terakhir dalam hidup. Itulah saat perpisahan, sehingga tidak ada wasiat lain sesudahnya, dan saat itulah biasanya dan hendaknya wasiat penting disampaikan.<br /><br />Selanjutnya, ayat di atas menjelaskan wasiat itu dalam bentuk yang sangat meyakinkan. Anak-anak Nabi Ya‘qub ditanyai olehnya Ya‘qub: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami (kini dan akan datang, terus-menerus menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, dan putra Nabi Ibrahim yakni pamanmu yang sepangkat dengan ayahmu yaitu Ismail dan juga ayah kandungmu wahai ayah kami Nabi Ya‘qub, yaitu Ishaq.<br /><br />Terlihat bahwa jawaban mereka amat gamblang. Bahkan, untuk menghilangkan kesan kemusyrikan yakni bahwa Tuhan yang mereka sembah itu dua atau banyak tuhan – karena sebelumnya mereka berkata: Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu – maka ucapan mereka dilanjutkannya dengan penjelasan bahwa (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh berserah diri kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya, siapa pun selain-Nya itu.”<br /><br />Nabi Muhammad Saw. pun mengajarkan hal yang sama. Surah Ali ‘Imrân 3:102 menegaskan bahwa: Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa-Nya; yakni jauhi seluruh larangan-Nya dan ikuti perintah-Nya sampai pada batas akhir kemampuan kamu, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri kepada Allah yakni memeluk agama Islam.<br /><br />Sementara sahabat Nabi Muhammad Saw. memahami arti haqqa tuqâtihi/sebenar-benar takwa-Nya dalam arti menaati Allah dan tidak sekali pun durhaka, mengingat-Nya dan tidak sesaat pun lupa, serta mensyukuri nikmat-Nya dan tidak satu pun yang diingkari. Demikian penafsiran sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas‘ud.<br /><br />Memang, jika memperhatikan redaksi sebenar-benar takwa-Nya terkesan bahwa ketakwaan yang dituntut itu adalah yang sesuai dengan kebesaran, keagungan dan anugerah Allah swt. Di sisi lain, sunnatullah serta hukum moral menunjukkan dan menuntut Anda memberi sebanyak yang Anda ambil. Lebah memberi madu sebanyak lagi sesuai dengan sari kembang yang diisapnya. Bulan memancarkan cahaya sebanyak lagi sesuai dengan posisinya terhadap matahari, manusia terhadap Allah harus demikian. Sebanyak nikmat-Nya sebanyak itu pula seharusnya pengabdian-Nya.<br /><br />Untung bahwa Allah swt. menerima yang sedikit dari manusia, sehingga ayat yang tadinya dipahami seperti pemahaman Abdullah Ibnu Mas‘ud di atas, dibatalkan menurut sementara ulama, atau yang lebih tepat dijelaskan maknanya oleh firman-Nya dalam QS. at-Taghâbun [64]: 16: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu.”<br /><br />Ayat Ali‘Imrân ini menjelaskan batas akhir dan puncak dari takwa yang sebenarnya, sedangkan ayat dalam surah at-Taghâbun berpesan agar tidak meninggalkan takwa sedikit pun, karena pasti setiap orang memiliki kemampuan untuk bertakwa, dan tentu saja kemampuan itu bertingkat-tingkat. Yang penting bertakwalah sepanjang kemampuan, sehingga jika puncak dari takwa yang dijelaskan di atas dapat diraih, maka itulah yang didambakan, tetapi bila tidak, maka Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya.<br /><br />Dengan demikian, melalui ayat Ali ‘Imrân ini, semua dianjurkan untuk berjalan pada jalan takwa, semua diperintahkan berupaya menuju puncak, dan masing-masing selama berada di jalan itu akan memperoleh anugerah sesuai hasil usahanya masing-masing. Ayat Ali ‘Imrân adalah arah yang dituju, sedang ayat at-Taghâbun adalah jalan yang ditempuh menuju arah itu. Semua harus mengarah ke sana, dan semua harus menempuh jalan itu. Dengan demikian kedua ayat tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi.<br /><br />Yang jelas terlihat di atas adalah pesan agar tidak mati kecuali dalam keadaan muslim yang berserah diri kepada Allah.<br /><br />Islam adalah istislâm, yakni penyerahan diri dan kepatuhan, kepatuhan lahir dari adanya keyakinan, keyakinan adalah pembenaran, dan pembenaran adalah pengakuan yang tulus, dan pengakuan tulus membuahkan amal kebiasaan. Amal kebiasaan yang berguna adalah yang lahir dari ketakwaan.<br /><br />Selanjutnya, kematian dalam keadaan berserah diri kepada Allah antara lain ditandai dengan pengakuan akan keesaanNya. Dalam konteks ini Nabi Saw. bersabda: “Siapa yang akhir ucapannya adalah Lâ Ilâha Illâ Allâh, maka ia akan masuk ke surga.”<br /><br />Sabda Nabi saw tersebut mudah kedengaran hal ini, tetapi Anda jangan memahaminya secara harfiah, kalaupun Anda akan memahaminya demikian, maka hendaklah Anda sadar bahwa seseorang tidak akan mampu menjadikannya akhir ucapannya, jika dalam kesehariannya ia tidak menyesuaikan diri dengan pesan yang dikandung oleh kalimat mulia itu.<br /><br />“Ya Allah, siapa yang engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah ia dalam keadaan Islam, dan siapa yang engkau wafatkan, maka wafatkanlah ia dalam keadaan Iman.” Semoga kita mampu melaksanakan wasiat dan pesan itu, sampai mengakhiri perjalanan hidup di pentas bumi ini. Demikian wa Allâh a‘lam.<br />Note<br />Sumber :<br />Disunting dari buku “Menjemput Maut” karya M. Quraish Shihab<br /><br />Wassalamualaikum wr.wb</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-44286359794189624072011-08-23T19:32:00.000-07:002011-08-23T19:37:28.152-07:00HADITS HADITS QUNUT SUBUHDari Muhammad bin Sirin, bahwa ia berkata, “aku berkata kepada anas bin malik r.a, “apakah rasulullah saw. qunut pada sholat shubuh? ‘ia menjawab, ‘ya, sesaat setelah rukuk.” Shahih Muslim ( I:468no.298)
<br />
<br />HADITS KEDUA
<br />
<br />Dikatakan oleh Umar bin Ali Al Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan Abu Ja’far Ar-Razy, dari Ar-Rab i’ bin Anas berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa apakah betul beliau saw berqunut sebulan, maka berkata Anas ra : beliau saw selalu terus berqunut hingga wafat, lalu mereka mengatakan maka Qunut Nabi saw pada shalat subuh selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan mereka yg meriwayatkan bahwa Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti maka yg dimaksud adalah Qunut setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh musuh, lalu (setelah sebulan) beliau saw berhenti, namun Qunut di shalat subuh terus berjalan hingga beliau saw wafat.
<br /><span class="fullpost">
<br />Berkata Imam Nawawi : mengenai Qunut subuh, Rasul saw tak meninggalkannya hingga beliau saw wafat, demikian riwayat shahih dari anas ra. (Syarah Nawawi ala shahih Muslim) dan hadits tersebut juga dishahihkan an-Nawawi dalam al-Majmu’-nya (III:504). Ia berkata, ‘Hadits tersebut shahih dan diriwayatkan oleh sejumlah penghapal hadits, dan mereka menshahihkannya. Diantaranya yang menshahihkannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin ‘Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu ‘Abdillah dalam beberapa judul kitabnya, dan al-Baihaqi. Hadits itu diriwayatkan juga oleh ad-Daruquthni dari berbagai jalan periwayatan dengan sanad yang shahih”
<br />
<br />Dan berkata Imam Ibnu Abdul Barr : sungguh telah shahih bahwa Rasul saw tidak berhenti Qunut subuh hingga wafat, diriwayatkan oleh Abdurrazaq dan Addaruquthniy dan di shahihkan oleh Imam Alhakim, dan telah kuat riwayat Abu Hurairah ra bahwa ia membaca Qunut shubuh disaat Nabi saw masih hidup dan setelah beliau saw wafat,
<br />
<br />Dan dikatakan oleh Al Hafidh Al Iraqiy, bahwa yg berpendapat demikian adalah Khulafa yg empat (Abubakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallahu’anhum), dan Abu Musa ra, Ibn Abbas ra, dan Al Barra’, dan lalu diantara para Tabiin : Hasan Al-bashriy, Humaid, Rabi’ bin khaytsam, Sa’id ibn Musayyab, Thawus, dan banyak lagi, dan diantara para Imam yg berpegang pada ini adalah Imam Malik dan Imam Syafii,
<br />
<br />Walaupun ada juga yg mengatakan bahwa Khulafa Urrasyidin tidak memperbuatnya, namun kita berpegang pada yg memperbuatnya, karena jika berbenturan hukum antara yg jelas dilakukan dengan yg tak dilakukan, maka hendaknya mendahulukan pendapat yg menguatkan melakukannya daripada pendapat yg menghapusnya. (Syarh Azzarqaniy alal Muwatta Imam Malik).
<br />
<br />Sebagian ulama mengkritik hadits ini (Ibnu Hambal dan An-Nasa’I, Abu Zur’ah, Al-Fallas, Ibnu Hibban) karena bagaimana bisa sanadnya menjadi shahih sedang rawi yang meriwayatkannya dari Ar-Rab i’ bin Anas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar-Razy.
<br />
<br />Penjelasan :
<br />
<br />Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam Taqrib-Tahdzib Beliau berkata : “Shoduqun sayi’ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah).
<br />
<br />Tetapi perlu diketahui disini bahwa Abu ja’far itu jelek hafalannya dalam meriwayatkan hadits dari mughirah saja, sebagaimana dikatakan oleh para imam ahli hadits yang menganggap bahwa Abu ja’far itu tsiqah(terpercaya). Mereka yang menganggapnya tsiqah, seperti yahya bin Mu’in dan ali bin al-Maldini(1). Hadits ini tidak diriwayatkan oleh Abu ja’far dari Mughirah. Tetapi ia meriwayatkannya dari ar-Rabi’ bin Anas, sehingga -disini- haditsnya shahih.
<br />
<br />(1). Adalah Abu al-Hasan Ali Ibnu Abdullah Ibnu Ja’far al-Maldiniy al-Bashriy, dilahirkan tahun 161 H dan wafat 234 H.
<br />
<br />Berkata Imam Ibnu Hajar AL Asqalaniy : Dan telah membantah sebagian dari mereka dan berkata : Telah sepakat bahwa Rasul saw membaca Qunut Subuh, lalu berikhtilaf mereka apakah berkesinambungan atau sementara, maka dipeganglah pendapat yg disepakati (Qunut subuh), sampai ada keterangan yg menguatkan ikhtilaf mereka yg menolak (Fathul Baari Bisyarah shahih Bukhari oleh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy)
<br />
<br />HADITS KETIGA
<br />
<br />Ada orang yg berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw melakukan qunut satu bulan saja berdasarkan hadits Anas ra, maksudnya:
<br />
<br />“Bahwasanya Nabi saw melakukan qunut selama satu bulan sesudah rukuk sambil mendoakan kecelakaan atas beberapa orang Arab kemudian Rasulullah meninggalkannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
<br />
<br />->:
<br />
<br />Hadith daripada Anas tersebut kita akui sebagi hadits yg sahih karena terdapat dlm kitab Bukhari dan Muslim. Akan tetapi yg menjadi permasalahan sekarang adalah kata:(thumma tarakahu= Kemudian Nabi meninggalkannya).
<br />
<br />Apakah yg ditinggalkan oleh Nabi itu ?
<br />
<br />Meninggalkan qunutkah ? Atau meninggalkan berdoa yg mengandung kecelakaan atas orang-orang Arab?
<br />
<br />Untuk menjawab permasalahan ini kita perhatikan baik2 penjelasan Imam Nawawi dlm Al-Majmu’jil.3,hlm.505 maksudnya:
<br />
<br />“Adapun jawapan terhadap hadits Anas dan Abi Hurairah r.a dlm ucapannya dengan (thumma tarakahu) maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas orang2 kafir itu dan meninggalkan laknat terhadap mereka saja. Bukan meninggalkan seluruh qunut atau meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran spt ini mesti dilakukan karena hadits Anas di dlm ucapannya ‘sentiasa Nabi qunut di dlm solat subuh sehingga beliau meninggal dunia’ adalah sahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya.”
<br />
<br />Al-Hafizh al-Imam Baihaqi meriwayatkan dalam as-sunan al-Kubra (II:201) dari al-Hafizh ‘AbdurRahman bin Madiyyil, bahwasanya beliau berkata, maksudnya:
<br />
<br />“Hanyalah yg ditinggalkan oleh Rasulullah itu adalah melaknat.”
<br />
<br />Tambahan lagi pentafsiran spt ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yg berbunyi, maksudnya:
<br />
<br />“Kemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan ke atas mereka.”
<br />
<br />Dengan demikian dapatlah dibuat kesimpulan bahwa qunut Nabi yg satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut inilah yg ditinggalkan, bukan qunut pada waktu solat subuh.
<br />
<br />HADITS KEEMPAT
<br />
<br />Al-’Awwan bin hamzah berkata,” aku bertanya kepada Abu ‘Utsman an-Nahdi tentang qunut. Ia menjawab, ‘setelah rukuk.’ Aku berkata, ‘Dari siapa engkau mengetahui hal itu?’ Ia menjawab, ‘Dari Abu Bakar dan Utsman r.a. (HR. Ibnu Abi Syaibah(2)(II:212 Dar al-Fikr)dengan sanad yang shahih).
<br />
<br />(2). Adalah Abu Al-Hasan Utsman ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah al-kuufiy.dilahirkan tahun 156 H dan wafat tahun 239 H. kitab beliau “Mushannaf Ibnu Abu Syaibah.
<br />
<br />HADITS KELIMA
<br />
<br />‘Abdullah bin Ma’qil r.a. meriwayatkan, “Dua orang sahabat Rasulullah saw. yang biasa qunut dalam shalat shubuh adalah ‘Ali r.a. dan Abu Musa r.a (HR.Ibnu Abi Syaibah (II:211 Dar al-Fikr).dengan sanad yang shahih).
<br />
<br />HADITS KEENAM
<br />
<br />Abu Utsman an-Nahdi(3)Meriwayatkan,” Umar bin al-Khattab r.a qunut dengan kami setelah rukuk dan mengangkat kedua tangannya sampai keliatan ketiaknya, dan suaranya pun terdengar dari belakang masjid. (HR.Ibnu Syaibah(II:215 Dar al-Fikr) dengan sanad yang Hasan.
<br />
<br />(3). Abu Utsman an-Nahdi adalah seorang imam hadits yang tsiqah tsabit termasuk orang yang haditsnya diriwayatkan oleh imam yang enam.
<br />
<br />Juga diriwayatkan dari Abu Utsman an-Nahdi r.a bahwa, “Umar r.a mengangkat kedua tangannya pada qunut shubuh.
<br />
<br />HADITS KETUJUH
<br />
<br />Abu Hurairah r.a juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. suka qunut setelah bangkit dari rukuk rakaat kedua shalat shubuh.(HR. Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam Mukhtashar Qiyam al-Lail (hal.137) dengan sanad yang shahih.
<br />
<br />HADITS KEDELAPAN
<br />
<br />Abu Raja’ al-’Atharidi berkata, “Abdullah bin Abbas r.a qunut pada shalat shubuh dengan kami di Bashrah”.(HR.Ibnu Syaibah dalam al-Mushannaf(II:211) dan sanadnya shahih seperti terangnya matahari.
<br />
<br />HADITS KESEMBILAN
<br />
<br />Ibnu Abi Laila r.a(4) Berkata, “Qunut dalam shalat shubuh merupakan tradisi yang turun-temurun (sunnah madhiyah). (HR. Ibnu Abi Syaibah (II:211) dengan sanad yang shahih.
<br />
<br />(4). Nama lengkap Ibnu Abi Laila adalah Imam ‘Abdurrahman bin Abi Laila al-Anshari al-Madani al-Kufi, seorang tsiqah dan faqih termasuk periwayat hadits dalam kitab yang enam. Ia dilahirkan pada masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq atau sebelumnya. Ia belajar membaca alquran kepada khalifah ‘Ali bin Abu thalib r.a dan bersahabat dengannya. Ia wafat pada peristiwa al-jamajim.
<br />
<br />“HADITS DOA QUNUT SHUBUH”
<br />
<br />HADITS PERTAMA
<br />
<br />Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Adalah Rasulullah saw. Bila bangun dari ruku dalam shalat shubuh pada rakaat yang kedua beliau mengangkat kedua tangannya dan membaca doa qunut “Allaahummahdinii fiiman hadaiit…………”
<br />
<br />HR. Hakim dan berkata: “Hadits shahih dan ditambahkan dalam hadits tersebut lanjutan doa ” Falakal hamdu ‘alaa maa qadlait…..” HR. Baihaqiy dari ibnu Abbas (Subulus salam Juz I /188) Dan Imam al-Baihaqiy dan Thabaraniy menambahkan: ” Walaa yaizzu man ‘Adait “.(Subulus salam I /186).
<br />
<br />HADITS KEDUA
<br />
<br />Dari Muhammad Ibnu al-Hanafiyah Ibnu Ali Ibnu Abu Thalib ra. Ia berkata : Bahwa doa ini (Allaahummahdinii…..) adalah doa yang diajarkan ayahku kepadaku untuk dibaca pada shalat shubuh yaitu pada qunut shalat shubuh”. HR. Baihaqiy (Sunan Baihaqiy juz II/210).
<br />
<br />HADITS KETIGA
<br />
<br />Dari Ibnu Abbas r.a Ia berkata : Bahwa Rasulullah saw. mengajarkan kepadanya doa ini (Allaahummahdinii….) yang dibaca dalam qunut shubuh”. HR. Baihaqiy (Sunan Baihaqiy Juz II /210).
<br />
<br />HADITS KEEMPAT
<br />
<br />Abu Rafi’ Nafi’ bin Rafi’ ash-Sha’igh Meriwayatkan: ” Aku shalat shubuh dibelakang ‘Umar bin al-Khattab r.a setelah rukuk, ia qunut. Aku mendengar ia membaca:
<br />
<br />” Allaahumma innaa nastaii’nuka wanastag’firuka wanusynii a’laika walaanakfuruka wanu’minubika wanakhlau’ wanatruka mayyafjuruka, Allaahumma iyyaakana’budu walaka nushollii wanasjudu wailaika nas a’ wanahfadu wanarjuu rohmataka wanakhofu a’dzaabaka inna a’dzaabaka bilkuffaa rimulhaqq ………………”
<br />
<br />HR. ‘Abdurrazaq(5) dalam al-Mushannaf (III:210 no.4968) dengan sanad yang shahih mengikuti syarat Imam Muslim dan diriwayatkan pula oleh yang lain.
<br />
<br />Imam ‘Abdurrazzaq r.a mengatakan, ” Ketika aku menjadi Imam, aku membaca doa qunut ini, kemudian membaca : “Allaahummahdinii fiiman hadaiit …….”
<br />
<br />(5). Adalah Abu Bakar Abdur Razzaq Ibnu Hammam Ibnu Nafi’ al-Himyari Ash-Shan’aniy. Dilahirkan pada tahun 126 H. wafat Tahun 211 H. Kitab beliau dikenal dengan sebutan “Mushannaf Abdurrazzaq”.
<br />
<br />Doa qunut serupa ini juga yang dipilih Imam Malik ibnu Anas(93-179H) berdasarkan riwayat dari Ubayy bin Ka’b (lihat An-nawawi, Al-Majmu’ III/436).
<br />
<br />“Jawaban atas hadits Sa’ad bin Thariq yg juga bernama Abu Malik Al-Asja’I”
<br />
<br />“Dari Abu Malik Al-Asja’i, beliau berkata: Aku pernah bertanya kepada bapakku, wahai bapak ! sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Usman dan Ali bin Abi Thalib di sini di kufah selama kurang lebih dari lima tahun. Adakah mereka melakukan qunut?.
<br />
<br />Dijawab oleh bapaknya: “Wahai anakku, itu adalah bid’ah.” Diriwayatkan oleh Tirmidzy no.402
<br />
<br />->:
<br />
<br />Kalau benar Saad bin Thariq berkata begini maka sungguh mengherankan karena hadits2 tentang Nabi dan para Khulafa Rasyidin yg melakukan qunut sangat banyak dan ada di dlm kitab Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi.
<br />
<br />Oleh itu ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah diakui dan terpakai di dalam mazhab Syafie dan juga mazhab Maliki.
<br />
<br />Hal ini disebabkan oleh karena beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan qunut, begitu pula sahabat Rasulullah. Manakala hanya Thariq seorang saja yg mengatakan qunut itu sebagai amalan bid’ah.
<br />
<br />Maka dlm kasus ini berlakulah kaedah usul fiqih yaitu:
<br />
<br />“Almuthbitu muqaddimun a’la annafi”
<br />
<br />Maksudnya: Orang yg menetapkan lebih didahulukan atas orang yg menafikan.
<br />
<br />Tambahan lagi orang yg mengatakan ADA jauh lebih banyak daripada orang yang mengatakan TIDAK ADA.
<br />
<br />Seperti inilah jawaban Imam Nawawi didalam Al-Majmu’ jilid.3,hlm.505, maksudnya:
<br />
<br />“Dan jawapan kita terhadap hadits Saad bin Thariq adalah bahwa riwayat orang-orangyang menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih banyak. Oleh itu wajiblah mendahulukan mereka”
<br />
<br />Pensyarah hadith Turmizi yakni Ibnul ‘Arabi juga memberikan komentar yg sama terhadap hadith Saad bin Thariq itu. Beliau mengatakan:”Telah sah dan tetap bahwa Nabi Muhammad saw melakukan qunut dalam shalat subuh, telah tetap pula bahwa Nabi ada qunut sebelum rukuk atau sesudah rukuk, telah tetap pula bahwa Nabi ada melakukan qunut nazilah dan para khalifah di Madinah pun melakukan qunut serta Umar bin khattab r.a mengatakan bahwa qunut itu sunnah,telah pula diamalkan di Masjid Madinah. Oleh itu janganlah kamu dengar dan jgn pula ambil perhatian terhadap ucapan yg lain daripada itu.”
<br />
<br />Dgn demikian dapatlah kita fahami ketegasan Imam Uqaili yg mengatakan bahwa Saad bin Thariq itu jangan diikuti haditsnya dlm masalah qunut.(Mizanul I’tidal jil.2,hlm.122)
<br />
<br />Untuk mendalami masalah qunut shubuh dapat dibaca pada kitab:
<br />
<br />Al-Badai I/273. A-Lubab 1/78. Fathu al-Qadir I/309. Ad-Durru al-Muhtar I/626-628. Al-Syarhu al-Shaghir I/331. Al-Syarhu al-Kabir I/248. Al-Qawanin al-Fiqhiyyah hal.61. Mughniy al-Muhtaj I/166. Al-Majmuk II/474-490. Al-Muhadzab I/81. Hasyiyah al-Bajuriy I/168. Al-Fiqh al-Islamiy wa-adillatuhu I/809-814.
<br />
<br />Dan untuk lebih lengkapnya dan serinci-rincinya silahkan merujuk kepada karangan Hasan bin ‘ali As-saqqaf yang diberi judul “al-Qaul al-Mabtut fi Shihhati Hadits Shalah ash-Shubh bi al-Qunut”. Untuk mendapatkannya/membelinya silahkan anda menulis kealamat dibawah ini :
<br />
<br />DAR AL-IMAM AN-NAWAWI HOUSE POSTBUS 925393 AMMAN YORDANIA
<br />http://tanbihun.com/kajian/hadits/hadits-hadits-qunut-shubuh/
<br /></span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-582047092648384842011-06-26T21:28:00.000-07:002011-06-26T21:30:00.192-07:00KEUTAMA'AN BERSIWAKSiwak adalah sunnah rasulullah saw. yang mungkin sering kita tinggalkan, padahal banyak diterangkan dalam hadits tentang keutaman dan manfaat memakai siwak ini.<br /><br />Arti siwak secara syari’at adalah menggosok gigi dan sekitarnya dengan sesuatu yang kasar [paling utama memakai kayu arak] yang mana bisa mengangkat kotoran yang ada di giginya.<br /><br />• Keutamaan siwak, sebagaimana dijelaskan oleh baginda Rasulallah SAW :<br /><br />قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (( لَوْلَا اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِا السِوَاكِ عِنْدَ كٌلِّ صَلَاة )) وفي رواية (( مَعَ كُلِّ وٌضُوء )). رواية البخاري و مسلم.<br /><br />Bersabda Rasulallah SAW : “ Kalau tidak memberatkan pada umatku maka aku akan perintahkan mereka untuk memakai siwak setiap kali akan melaksanakan sholat ”[riwayat Al Bukhory dan Muslim], didalam riwayat lain “ Setiap kali akan berwudhu’ “<br /><span class="fullpost"><br />قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((السِوَاك مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ, مَرْضَاةٌ للرَّبِّ, ومَجْلَاةُ للبَصَرِ)) وفي رواية ((مبغض للشيطان)) رواية البخاري.<br /><br />Bersabda Rasulallah SAW : “ Siwak itu adalah pembersih mulut, dan di siwak itu ada keridho’an ALLAH SWT, dan dapat menerangkan penglihatan ” [riwayat Al Bukhory],didalam riwayat lain “ dan di siwak itu ada kebencian syaithan ”.<br /><br />قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((رَكْعَتَانِ بِسِوَاكِ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاك)) رواية ابو نعيم و الدارقطني.<br /><br />Bersabda Rasulallah SAW : “ Sholat dua raka’at menggunakan siwak lebih baik daripada sholat tujuh puluh raka’at tanpa memakai siwak “ [riwayat Daarul Quthni].<br /><br />قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((فَضْلُ الصَلَاةِ بالسِوَاكِ عَلَى الصَلَاةِ بِغَيرِ سِوَاكِ سَبْعِينَ ضِعْفًا)) رواية أحمد و اين خزيمة و الحاكم.<br /><br />Bersabda Rasulallah SAW : “ Keutamaan sholat memakai siwak atas sholat yang tidak memakai siwak, tujuh puluh kali lipatnya “ [riwayat Ahmad , dan Ibn Khuzaimah, dan Al Hakim].<br /><br />Para Ulama menjelaskan tentang faedah memakai siwak diantaranya :<br /><br /> Didalamnya terdapat keridhoan ALLAH SWT.<br /> Menjadikan fasih dalam membaca dan berbicara.<br /> Menguatkan akal ingatan dan hafalan, menambah kecerdasan akal.<br /> Menerangkan mata.<br /> Mempermudah dan meringankan rasa sakit ketika proses sakaratul maut.<br /> Memperlambat penuaan, memperlambat tumbuhnya uban.<br /> Melipat gandakan pahala.<br /> Mewangikan baunya mulut.<br /> Menghilangkan kuning di gigi.<br /> Membersihkan tenggorokan.<br /> Memutihkan gigi.<br /> Mewariskan kekayaan dan kemudahan dalam segala urusan.<br /> Menghilangkan rasa sakit di kepala dan keringat kepala.<br /> Membersihkan hati.<br /> Menyehatkan pencernaan makanan dan menguatkannya.<br /> Menguatkan gusi.<br /> Menghilangkan lendir.<br /> Yang utama juga menjadikannya dapat menyebutkan dua kalimat syahadat ketika naza’ di akhir hayat.<br /><br />Sedangkan hukum bersiwak adalah sunnah den lebih di ta’akad (pentingkan lagi) sunnah kita memakai siwak ketika ingin berwudhu’, sholat, dan pada saat ingin membaca Al Qur’an , masuk ke rumah, menjelang tidur, setelah bangun tidur dan apabila ada yang kotor di mulut kita.<br /><br />Moga kita termasuk orang yang mencintai sunnah rasulullah saw. sehingga mendapatkan syafaatnya di hari akhirat dimana harta dan kemuliaan dunia tidak lagi memberikan manfaat.</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-19162495139714085752011-06-17T08:00:00.000-07:002011-06-17T08:01:44.247-07:00Do’a, Bacaan Al-Qur’an, Shadaqoh & Tahlil untuk Orang MatiApakah do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh itu pahalanya akan sampai kepada orang mati? Dalam hal ini ada segolongan yang yang berkata bahwa do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh tidak sampai pahalanya kepada orang mati dengan alasan dalilnya, sebagai berikut:<br /><br />وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِءنْسنِ اِلاَّ مَاسَعَى<br /><br />“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm 53: 39)<br /><span class="fullpost"><br />Juga hadits Nabi MUhammad SAW:<br /><br />اِذَامَاتَ ابْنُ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ<br /><br />“Apakah anak Adam mati, putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqoh jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan, dan anak yang sholeh yang mendo’akan dia.”<br /><br />Mereka sepertinya, hanya secara letterlezk (harfiyah) memahami kedua dalil di atas, tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lain. Sehingga kesimpulan yang mereka ambil, do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang mati. Pemahaman itu bertentangan dengan banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW beberapa di antaranya :<br /><br />وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلاِءخْوَنِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمن<br /><br />“Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)<br /><br />Dalam hal ini hubungan orang mu’min dengan orang mu’min tidak putus dari Dunia sampai Akherat.<br /><br />وَاسْتَغْفِرْلِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنتِ<br /><br />“Dan mintalah engkau ampun (Muhammad) untuk dosamu dan dosa-dosa mu’min laki dan perempuan.” (QS Muhammad 47: 19)<br /><br />سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ افَيَنْفَعُهَا اِنْ تَصَدَّقْتَ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ<br /><br />“Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah mati, apakah berguna bagi saya, seandainya saua bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab; yaa berguna untuk ibumu.” (HR Abu Dawud).<br /><br />Dan masih banyak pula dalil-dalil yang memperkuat bahwa orang mati masih mendapat manfa’at do’a perbuatan orang lain. Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang, tetapi tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang untuk orang lain.<br /><br />Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; “Kalau engkau kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung siksaanmu di akherat”.<br /><br />Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi seseorang apa yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang untuk orang lain, seperti do’a kepada orang mati dan lain-lainnya.<br /><br />Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan, dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut telah di-mansukh atau digantikan hukumnya:<br /><br />عَنِ ابْنِى عَبَّاسٍ: قَوْلُهُ تَعَالى وَأَنْ لَيْسَ لِلاِءنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدَ هذَا: وَالَّذِيْنَ أَمَنُوْاوَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِيَتُهُمْ بِاِءْيمنٍ أَلْحَقْنَابِهِمْ ذُرِيَتَهُمْ فَأَدْخَلَ اللهُ الأَبْنَاءَ بِصَلاَحِ اْلابَاءِاْلجَنَّةَ<br /><br />“Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah SWT Tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surat At-Thuur; 21. “dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena kebaikan orang tua.”<br /><br />Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu’ Fatawa jilid 24, berkata: “Orang yang berkata bahwa do’a tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai kepada orang mati,” mereka itu ahli bid’ah, sebab para ulama’ telah sepakat bahwa mayyit mendapat manfa’at dari do’a dan amal shaleh orang yang hidup.<br /><br />sumber: http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/10/8595/Ubudiyyah/Do__8217_a__Bacaan_Al_Qur__8217_an__Shadaqoh___Tahlil_untuk_Orang_Mati.html</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-37692366795014290272011-06-13T16:20:00.000-07:002011-06-13T16:23:49.468-07:00Nama-nama / kelompok Iblis Yang Menggoda ManusiaDulu malem senin sy menghadiri pengajian di masjid gunung-sari yg ngajar adalah TGH MUNAJIB KHILOD nah sy cuman menyampaikan apa2 yg saya dapet dari pengajian tersebut semoga bermanfaat....<br /><br />Iblis Zailatun (زَيْلَة ٌ )<br /><br />Iblis ini bertugas untuk menjerumuskan para pedagang di pasar agar berdusta, mau mengurangi timbangan, membuat onar diantara para pedagang, dan melakukan bujuk rayu kepada para pedagang agar melakukan penyimpangan dan kecurangan dalam aqad jual beli, dengan diiming-imingi agar cepat kaya.<br /><span class="fullpost"><br /><br />Iblis Wawatsin<br /><br />Iblis Wawatsin dalah Iblis yang bertugas menggoda dan menjerumuskan orang yang beriman agar selalu menggerutu, tidak sabar dan tidak ikhlas setiap kali menerima musibah, atau cobaan dari Allah Ta'ala.<br /><br />"Sesungguhnya wanita-wanita yang merintih (lantaran menerima musibah) ini akan dijadikan kelak di hari kiamat dua barisan dalam neraka jahannam, satu barisan berada disebelah kanan penduduk neraka dan satu barisan lagi berada disebelah kiri, akhirnya mereka menggonggong kepada penduduk ahli neraka, sebagaimana layaknya anjing-anjing yang menggonggong." (HR. Ath-Thabrani).<br /><br />Iblis Akwan<br /><br />lblis ini bertugas menyesatkan dan mempengaruhi para remaja dan pimpinan umat supaya selalu berbuat dzalim, menjauhi hal-hal yang ma'ruf, menanamkan kesenangan berbuat munkar dan maksiat.<br /><br />Hal ini telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:<br /><br />"... tetapi setan (Iblis) menjadikan umat-umat itu memandang baik perbutan meeka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka adzab yang sangat pedih. (QS. An-Nahl 16:63)<br /><br />Iblis Hafaf<br /><br />Iblis ini bertugas menyesatkan dan menjerumuskan kaum muslimin ke lembah nista yang berlumur dosa dengan cara melakukan tipu daya dan bujukan agar kaum muslimin melanggengkan minum khamer. Sebab jika seseorang sudah minum khamer dan mabuk, maka segala bentuk kemungkaran yang lain dengan mudah ia laksanakan. Seperti berzina, membunuh, berbuat aniaya, mencuri dan segala kemungkaran yang lain<br /><br />Iblis Wamurah<br /><br />Iblis Wamurah ini bertugas menjerumuskan para penyanyi agar mendendangkan lagu yang penuh maksiat, mengajak berbuat munkar, serta lagu-lagu yang bersyair kebebasan tanpa etika. Juga menjerumuskan para penyanyi agar berpenampilan seronok, yang dapat mengundang luapan nafsu dan maksiat. Dengan demikian orang akan mudah digiring untuk dijebloskan dalam dunia munkar dan maksiat. Nyanyian dan biduanitanya itu termasuk salah satu alat Iblis yang paling ampuh untuk menjerumuskan orang ke dalam jurang kesesatan yang penuh dengan lumuran dosa.<br /><br />Iblis Laqwas<br /><br />Iblis Laqwas adalah Iblis yang bertugas mempengaruhi manusia agar tetap kafir, tetap musyrik dan tetap menyembah berhala atau sesembahan lainnya selain Allah. Sudah banyak orang yang disesatkan oleh Iblis Laqwas, terkadang ia mengganti bentuknya seperti seorang syekh lalu memberikan pelajaran atau tuntunan yang mengarah kepada kemusyrikan dan pemurtadan dengan berbagai dalih serta promosi yang mengikat, sehingga banyak orang yang lemah imannya keluar dari jalur Islam karena mengikuti saran Iblis Laqwas, hanya demi mendapatkan sesuap nasi, jabatan, kedudukan, pekerjaan, fasilitas, bahkan ada yang rela melepaskan keimanannya demi sang kekasih.<br /><br />Iblis A'war<br /><br />Iblis ini bertugas untuk mempengaruhi dan menggoda laki-laki dan wanita untuk melakukan perbuatan zina, atau melakukan perbuatan maksiat lainnya.<br /><br />Iblis A'war menggunakan "Pandangan Mata" sebagai cara yang paling ampuh untuk membakar nafsu kaum lelaki dan wanita untuk berbuat maksiat.<br /><br />Mujahid berkata : Ketika wanita itu menghadap, maka Iblis duduk di kepalanya untuk menghiasi Wajah wanita tersebut agar tampak menarik bagi orang yang melihatnya, dan jika wanita itu berpaling ke belakang, maka Iblis duduk di pantatnya untuk menghiasi pantat tersebut agar tampak menarik bagi orang yang melihatnya.<br /><br />Iblis Al-Wasnan<br /><br />Banyak orang terjerumus menjadi ahli maksiat, bahkan dirinya sampai rela menanggalkan aqidahnya yang disebabkan oleh malas beribadah.<br /><br />Malas beribadah itu menunjukkan lemah keimanannya, bahkan keimanannya bisa sebagai lipstik belaka, sebagai pemanis bibir saja, buktinya ia mengaku beriman tetapi tidak mau beribadah, bahkan perintah agama ia tentang, larangannya ia terjang. Orang-orang seperti inilah yang setia menjadi pengikut Iblis Al-Wasnan, yang malas beribadah tetapi senang bermaksiat. Al-Qur'an telah memperingatkan kaum muslimin agar tidak mengikuti langkah-langkah Iblis, sebab Iblis itu menyesatkan, menyauhkan orang agar tidak beribadah kepada Allah Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-An'am 142:<br /><br />"Dan janganlah kamu mmglkuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al An'am 6:142)"<br /><br />Dengan demikian, bila ada orang malas beribadah, senang berbuat munkar, maka dia telah menjadi teman Iblis.<br /><br />Iblis Dasim<br /><br />Iblis yang satu ini~bertugas untuk mempengaruhi, menggoda dan mendorong suami istri untuk melakukan penyelewengan. Dengan terjadinya penyelewengan, maka sudah barang tentu rumah tangganya akan menjadi berantakan, tidak harmonis, jauh dari kebahagiaan yang pada akhimya nanti akan terjadi perceraian. Inilah yang diinginkan oleh Iblis Dasim.</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-14190835473602389342011-06-08T21:53:00.001-07:002011-06-12T22:08:38.252-07:00Bolehkah Bersikap Santai Menghadapi Hari Kiamat?Ummat Islam sangat disayang oleh Allah subhaanahu wa ta’aala sehingga mereka tidak diizinkan Allah subhaanahu wa ta’aala mengalami peristiwa dahsyat hari Kiamat. Beberapa saat menjelang Kiamat akan berlangsung Allah subhaanahu wa ta’aala bakal mengutus angin sejuk untuk mencabut nyawa setiap orang yang memiliki keimanan walau seberat biji atom agar tidak perlu mengalami dahsyatnya peristiwa Kiamat.<br /><br />ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ رِيحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّأْمِ فَلَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ أَوْ إِيمَانٍ إِلَّا قَبَضَتْهُ<br /><br />Rasulullah bersabda: “Kemudian Allah melepaskan angin dingin yang berhembus dari Syam. Maka tidak seorangpun dari manusia yang beriman kecuali dicabut nyawanya.” (HR Muslim 14/175)<br /><span class="fullpost"><br /><br />قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ رِيحًا مِنْ الْيَمَنِ أَلْيَنَ مِنْ الْحَرِيرِ فَلَا تَدَعُ أَحَدًا فِي قَلْبِهِ قَالَ أَبُو عَلْقَمَةَ مِثْقَالُ حَبَّةٍ و قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ إِلَّا قَبَضَتْهُ<br /><br />”Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala akan mengutus suatu angin yang lebih lembut dari sutera dari arah Yaman. Maka tidak seorangpun (karena angin tersebut) yang akan disisakan dari orang-orang yang masih ada iman walau seberat biji dzarrah (atom) kecuali akan dicabut ruhnya.” (HR Muslim 1098)<br /><br />Setelah semua orang beriman dicabut nyawanya dari muka bumi, maka tersisalah manusia-manusia paling jahat, paling kafir, paling musyrik di dunia. Atas mereka inilah Kiamat bakal terjadi. Sehingga peristiwa Kiamat menjadi azab mengerikan yang menimpa mereka sebelum azab lebih dahsyat yang menanti mereka di akhirat kelak.<br /><br />عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا عَلَى شِرَارِ النَّاسِ<br /><br />Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Kiamat tidak akan berlangsung kecuali menimpa atas orang-orang yang paling jahat.” (HR Muslim 5243)<br />…<br /><br />فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ فِي خِفَّةِ الطَّيْرِ وَأَحْلَامِ السِّبَاعِ لَا يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا فَيَتَمَثَّلُ لَهُمْ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ أَلَا تَسْتَجِيبُونَ فَيَقُولُونَ فَمَا تَأْمُرُنَا فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ وَهُمْ فِي ذَلِكَ دَارٌّ رِزْقُهُمْ حَسَنٌ عَيْشُهُمْ ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ<br /><br />..." sehingga yang tersisa hanya manusia jahat yang tidak memiliki keimanan. Mereka tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk hingga syetan muncul dan berkata: ”Mengapa kalian tidak memenuhi seruanku saja?” Mereka menjawab: ”Apa yang kalian perintahkan pada kami?” Syetan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala. Maka merekapun mengikuti saran tersebut. Sedangkan mereka berada dalam kehidupan yang serba berkecukupan, kemudian ditiuplah sangkakala (hari kiamatpun datang).” (HR Muslim 14/175)<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYAAJjw6DlTvlEyiB6MUgvolAkxGevv1GZ69iC-hxLaq0Cy47T-rlZ2HqrSp2K6kXdrcdqrcvVbBUXlAYkgszpLOAPSpPbrAuu1x0RG-CPo6XN91M5crOwbAfdT2bpIMgJV4mlxKwdTNc/s1600/Sikap_Santai.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYAAJjw6DlTvlEyiB6MUgvolAkxGevv1GZ69iC-hxLaq0Cy47T-rlZ2HqrSp2K6kXdrcdqrcvVbBUXlAYkgszpLOAPSpPbrAuu1x0RG-CPo6XN91M5crOwbAfdT2bpIMgJV4mlxKwdTNc/s200/Sikap_Santai.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5616078768329919714" /></a><br /><br />Bila demikian keadaannya, bolehkah seorang muslim bersikap santai dan acuh tak acuh terhadap peristiwa dahsyat Kiamat? Sudah barang tentu TIDAK…! Sebab tidak seorangpun mengetahui kapan datangnya hari Kiamat. Jangankan sembarang manusia, bahkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sekalipun tidak tahu persis hari, tanggal, bulan dan tahun bakal terjadinya hari Kiamat.<br /><br />يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ<br /><br />”Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit/hari Akhir/hari Kiamat. Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari itu hanya di sisi Allah.” (QS Al-Ahzab ayat 63)<br /><br />Jadi kita tidak dibenarkan menyikapi hari Kiamat dengan bersantai-santai hanya mentang-mentang kita termasuk muslim yang dijamin tidak bakal mengalaminya. Padahal kita tidak tahu persisnya kapan hari itu akan tiba. Yang pasti, Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam untuk mengkondisikan ummatnya agar meyakini bahwa hari Kiamat sudah dekat waktu kedatanganannya. Walau kedatangannya tidak jelas, tapi ummat diarahkan untuk selalu standby menghadapinya dengan menghayati bahwa kedatangannya sudah dekat. Tidak ada satupun ayat maupun hadits yang membenarkan sikap menganggap bahwa Kiamat masih jauh.<br /><br />وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا<br /><br />“Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab ayat 63)<br /><br />عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ<br />قَالَ وَضَمَّ السَّبَّابَةَ وَالْوُسْطَى (مسلم)<br /><br />Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu berkata: Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Aku dan hari kiamat diutus (berdampingan) seperti ini.” Anas berkata:”Dan beliau menghimpun jari tengah dan jari telunjuknya.” (HR Muslim 14/193)<br /><br />Di samping itu, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengingatkan kita bahwa beberapa saat sebelum tibanya hari Kiamat dunia bakal diselimuti rangkaian fitnah yang begitu dahsyat sehingga menjadi laksana potongan malam yang gelap-gulita. Sedemikian hebatnya keadaan fitnah-fitnah saat itu sehingga akan banyak dijumpai orang yang begitu mudah berubah menjadi kafir padahal asalnya beriman. Bahkan perubahan dari iman menjadi kafir tersebut berlangsung dalam tempo yang sangat singkat. Tidak memerlukan proses dan waktu yang lama.<br /><br />إِنَّ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا<br />وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا<br /><br />”Sesungguhnya menjelang hari Kiamat banyak fitnah bermunculan laksana malam gelap. Pagi hari seseorang beriman dan sore harinya kafir. Sore hari beriman paginya kafir.” (HR Ibnu Majah 11/455)<br /><br />Dunia yang kita hadapi dewasa ini saja sudah terasa diwarnai begitu banyak fitnah. Marilah kita bersungguh-sungguh mempersiapkan diri menghadapi bakal datangnya hari dahsyat Kiamat. Marilah kita jauhi sikap santai dan acuh tak acuh terhadap fenomena hidup di Akhir Zaman menjelang datangnya Kiamat. Marilah kita tingkatkan pengetahuan dan keyakinan kita akan tanda-tanda menjelang datangnya Kiamat agar kita dapat mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan skenario ilahi yang bakal –insyaAllah- pasti terjadi. Semoga Allah subhaanahu wa ta’aala memasukkan kita ke dalam golongan yang tidak salah mensikapi segenap tanda demi tanda Akhir Zaman yang kian membenarkan kenabian Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.<br />sumber:http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/sepuluh-penghapus-dosa.htm</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-24776313684433773502011-05-30T20:56:00.000-07:002011-05-30T21:02:55.625-07:00Sepuluh Penghapus Dosa<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-AtQQ2RhWohc/TeRnrmV09sI/AAAAAAAAARg/Ezf1oSvXwO8/s1600/keajaibanakhirat.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 167px; height: 200px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-AtQQ2RhWohc/TeRnrmV09sI/AAAAAAAAARg/Ezf1oSvXwO8/s200/keajaibanakhirat.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5612725034334615234" /></a><br />oleh Aidh Abdullah al-Qarni<br /><br /><br />Diantara jalan bagi penghapus dosa bagi seorang muslim dan mukmin, diantaranya, <br />1. membaca istighfar (memohon ampun), <br />2. taubat, <br />3. mengerjakan amal-amal kebaikan yang menghapuskan dosa, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya :<br /><br />إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ<br /><br />"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itlah peringatan bagi orang-orang yang ingat". (QS : Hud :114)<br /><br /><span class="fullpost"><br />4., berbagai musibah yang menimpa diri manusia yang lemah karena dosa yang telah dilakukannya. Yang paling berat adalah musibah yang mengantarkannya pada kematian dan yang paling ringan adalah duri yang menusuk dirinya serta teriknya sinar matahari yang menyengat.<br /><br />5. doa orang-orang mukmin shalih yang diperuntukkan bagi yang bersangkutan. <br />6. kerasnya rasa sakit saat meregang nyawa dan kesulitan yang dialami oleh orang yang bersangkutan saat menghadapi kematiannya yang kepedihan dan rasa sakitnya tak terperikan. Semoga Allah meringankan penderitaannya bagi diri kami dan juga bari diri anda pada saat yang kritis itu. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.<br /><br />7. Adzab khubur. Tahukah anda apakah adzab khubur itu? Adzab khubur pasti akan mencabut kalbu orang-orang yang mengesakan dan pasti akan terasa hampir melayangkannya, jika mereka mempunyai sedikit keyakinan tentangnya.<br /><br />8. ketakutan yang sangat pada hari menghadap kepada Allah Ta'ala pada hari Kiamat nanti. Itulah saat kita keluar dari khuburan kita dalam keadaan menangis karena berdosa seraya memilkul semua kesalahan dan kedurahakaan yang telah kita lakukan, lalu kita datang untuk dihadapkan kepada peradilan Allah Ta'ala.<br /><br />9. syafa'at Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, syafaat para wali, dan syafaat orang-orang yang shalih. Sesungguhnya hal ini telah dinyatakan kebenarannya oleh kalangan ulama ahli sunnah.<br /><br />10. rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang. Saat semua rahmat telah habis, semua pintu telah tertutup, dan habislah semua kemampuan para hamba. Saat itulah datang pertolongan dari Allah Yang Maha Esa lagi Maha Membalas dan datanglah rahmah dari Allah Ta'ala, lalu Dia merahmati, menolong, dan menyayangi. Maka rahmat-Nyaadalah akhir dari segalanya,yaitu rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang.<br /><br />Selanjutnya Ibn Taimiyah mengatakan, bahwa barangsiapa yang terlewatkan dari sepuluh macam penghapus dosa ini, maka sesungguhnya dia pasti masuk neraka dengan sebenarnya, karena sesungguhnya dia telah lari dari Allah seperti unta yang lari dari pemilikinya dan dia telah pergi dari Allah, sebagaimana seorang budak pembangkang yang pergi dari tuannya.<br />sumber:http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/sepuluh-penghapus-dosa.htm</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-69456636673577934612011-05-20T21:08:00.000-07:002011-05-20T21:13:11.366-07:00KERANDA AIRLINES<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrbrhPU1n_S4Sf5PhAIjc-q0xFbCVKgFmgJly31Lh8ARlZ2y6RUegBVySBHFEi9Z6T7tZDij-Ih0FC7OReFA7ze_XjYdLBY_MmkOqZU0O0k_nzNPBnEMLmkdfN1L_mZIrONdLyDidMAoo/s1600/keranda-imam-dalam.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 141px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrbrhPU1n_S4Sf5PhAIjc-q0xFbCVKgFmgJly31Lh8ARlZ2y6RUegBVySBHFEi9Z6T7tZDij-Ih0FC7OReFA7ze_XjYdLBY_MmkOqZU0O0k_nzNPBnEMLmkdfN1L_mZIrONdLyDidMAoo/s200/keranda-imam-dalam.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5609017087317828706" /></a><br /><br />Informasi penerbangan gratis layanan 24 jam nonstop<br /><br /><br />Bila kita akan “berangkat” dari alam ini ibarat penerbangan ke sebuah Negara.<br />Dimana informasi tentangnya tidak terdapat dalam brosur-brosur penerbangan, tetapi melalui Al-Qur,an dan Al-Hadits<br />Dimana penerbangan bukannya dengan Garuda Airlines atau US Airlines, tetapi Al-jenazah Airlines<br /><span class="fullpost"><br />Dimana bekal kita bukan lagi tas seberat 23 Kg, tetapi amalan yang tak lebih dan tak kurang.<br />Dimana bajunya bukan Pierre Cardin, atau setaraf dengannya tetapi kain kafan putih<br />Dimana pewanginnya bukan Channel atau Polo, tetapi air biasa yang suci<br /><br />Dimana pasport kita bukan Indonesia, british atau American, tetapi Al-Islam<br />Dimana visa kita bukan lagi 6 bulan,tetapi Lailahaillallah<br />Dimana pelayanannya bukan pramugari jelita, tetapi Izrail dan lain-lain<br />Dimana servisnya bukan lagi kelas bussiness, tetapi sekedar kain yang diwangikan<br />Dimana tujuan mendarat bukan Bandara Cengkareng, Heathrow Airport atau Jeddah International, tetapi tanah perkuburan<br />Dimana ruang menunggunya bukan lagi ruangan ber-AC dan permadani, tetapi ruang 2x1 meter, gelap gulita.<br />Dimana pegawai imigrasi adalah munkar dan nakir, mereka hanya memeriksa apakah kita layak ke tujuan yang diidamkan<br />Dimana tidak pelu satpam dan alat detektor<br />Dimana lapangan terbang transitnya adalah Al-Barzakh<br />Dimana tujuan terakhir apakah Syurga yang mengalir sungai di bawahnya atau neraka jahannam<br />Penerbangan ini tidak Dibajak atau di bom, oleh itu tidak perlu bimbang<br />Sajian tidak akan disediakan, oleh itu tak perlu risaukan masalah alergi atau halal-haram makanan.<br />Jangan risaukan cancel pembatalan, penerbangan ini senantiasa tepat waktunya, ia berangkat dan tiba tepat pada masanya.<br />Jangan fikirkan tentang hiburan dalam penerbangan, Anda telah hilang selera bersuka-ria<br />Jangan bimbang tentang pembelian tiket, ianya telah siap di bocking sejak Anda ditiupkan ruh di dalam rahim ibu<br />Ya…!!! BERITA BAIK….!!!jangan bimbang siapa yang duduk di sebelah Anda<br />Anda adalah satu-satunya penumpang penerbangan ini. Oleh itu bergembiralah selagi bisa..!!!dan jika Anda bisa..!!!<br />Hanya ingat…!!! Nama Anda telah tertulis dalam tiket untuk penerbangan…<br />Saat penerbangan Anda berangkat…tanpa do’a Bismillahi Tawakaltu’Allallah, atau ungkapan selamat jalan. Tetapi INNALILLAHI WA INNAILAIHI RAJI’UN…Anda berangkat pulang ke Rahmatullah.<br />MATI…!!!<br /><br />ADAKAH KITA TELAH SIAP UNTUK BERANGKAT…???<br /><br />Abu Hurairah berkata,”Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda ; perbanyaklah mengingat pemotong segala kenikmatan ( yaitu KEMATIAN )<br />HR.Tirmidzi<br /><br /><br /><br />Mutiara Amaly Penyejuk Jiwa Penyubur Iman volume 20<br />( disunting seperlunya oleh yang empunya blog)</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-88294976096921881532011-05-15T17:49:00.000-07:002011-05-15T18:12:03.518-07:00Anak Kecil Meninggal sebelum baligh adalah Tameng Dari Siksa Neraka bagi orang tuanya<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlse7HBriWD5LWxtvr9U3YaHiAWlFlpyiUm_nIqf3QdPAQwVxiwlqAY4ZcoKQUn53MgN8zkHq1fJYvBl6DfX3gee1ShWQm1Xh11xM_rHJCrm63YwPRFlU8FrDCV5Coe-lRTIwkXALTcsU/s1600/babiesdlm.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlse7HBriWD5LWxtvr9U3YaHiAWlFlpyiUm_nIqf3QdPAQwVxiwlqAY4ZcoKQUn53MgN8zkHq1fJYvBl6DfX3gee1ShWQm1Xh11xM_rHJCrm63YwPRFlU8FrDCV5Coe-lRTIwkXALTcsU/s200/babiesdlm.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5607115529964707602" /></a><br /><br />1. Perempuan yang ditinggal mati oleh anaknya.<br />“ Perempuan manapun yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya maka ketiga anaknya itu akan menjadi dinding baginya dari api neraka.” (Perawi: Al Bukhari dari Abu Sa’id Al Khudri)<br /><span class="fullpost"><br />2. Sabar itu pada penderitaan Pertama:<br />“ Sesungguhnya sabar itu hanyalah ketika penderitaan yang pertama.” Diriwayatkan oleh Abd Ibnu Hamid dalam Musnadnya dari Anas bin Malik r.a.<br /><br />Keterangan: karena itulah pertolongan iman dan kekuatan yang diberikannya pada saat permulaan ditimpa musibah itu sangat diperlukan. Mereka yang sabar menerimanya memperoleh kabar gembira dari Allah.<br /><br />3. Anak-anak di dalam surga<br />“Anak-anak kecilmu –pada riwayat yang lain- anak-anak kecil mereka – (menjadi) kunang-kunang di dalam surga, seorang diantara mereka menemui ayahnya, memegangi bajunya tidak berhenti sampai Allah memasukkan dia dan ayahnya ke dalam surga.” Perawi: Imam Ahmad, Bukhari di dalam Al Adabul MUfrad, Imam Muslim di dalam Shahihnya dari Abu Hurairah.<br /><br />Keutamaan Anak Kecil Yang Meninggal Dunia Sebelum Baligh :<br /><br />1.Akan langsung masuk sorga.<br />2.Akan bisa menolong orang tuanya kalau orang tuanya orang iman.<br />3.Jadi pelayan penduduk sorga sebagaimana berlian yang disebar<br /><br />Bagi para orang tua beriman yang mengalami anaknya yang belum baligh kok sudah meninggal dunia sebaiknya jangan sedih karena akan jadi tameng.yang akan bisa menolong orang tuanya untuk masuk sorga.<br />Seorang ibu beriman yang mempunyai banyak anak akan wajib masuk sorga krn sudah mendapatkan pahala yang begitu besar yaitu pahala waktu hamil, waktu melahirkan dan waktu menyusui.<br /><br />Bayi Meninggal Menolong Orang Tuanya<br /><br />Bayi itu dilahirkan suci dan bersih. Kelak di alam maghsyar, ia menjadi penolong bagi kedua orangtuanya. Namun perlu diingat, anak itu hanya bisa menolong orangtuanya kalau mereka masih berada dalam jalan Islam. Kalau mereka sudah menyimpang dari jalan Islam atau berbagai peraturan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, pertolongan itu akan batal dengan sendirinya.<br />Contoh, orangtuanya telah meninggalkan shalat lima waktu hingga ajalnya tiba. Lebih-lebih mereka dengan kekayaannya yang berlimpah tidak mau menjalankan ibadah haji. Sekali lagi, anak tersebut hanya bisa menolong orangtuanya, sebatas jika orangtuanya juga menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Orang yang ditinggalkan tidaklah wajib menahlilkan. Jadi, ditahlilkan boleh, tidak juga tidak apa-apa. Sebab anak itu suci, langsung masuk ke surga.<br />Yang dimaksud dengan bayi atau anak kecil adalah anak yang belum baligh. Batasannya mungkin sekitar 10 tahun. Sedang dalam ilmu fikih, yang disebut belum baligh, bagi perempuan sebelum haid, dan bagi lelaki belum pernah mengalami ihtilam (mimpi basah).<br />Berita Gembira Tuk Orang Tua yang Anaknya meninggal Dunia<br /><br />Apa yang anda rasakan ketika anak, orang tua, saudara atau kerabat dekat Anda tiba-tiba saja di panggil oleh sang Khaliq? Tentu sedih dan mungkin putus asa karena kehilangan seseorang yang kita sayangi dan bahkan menjadi tumpuan hidup kita. Kehilangan orang tercinta memang sungguh menyedihkan tapi taukah anda, ada berkah di balik setiap peristiwa, pun kematian tentu jika kita mampu menyikapinya secara bijak, penuh kesabaran dan keikhlasan.<br /><br />”Innalillahi Wa innalilallhi Roji’un” Sesungguhnya kita ini adalah milik Allah, dan pasti kita akan kembali kepada pemilik kita, Allah Ta’ala<br /><br />Nah, ada kabar gembira bagi orang tua yang ditinggal mati oleh anaknya , apa itu?.<br /><br />Baiklan, coba kita dengarlah sabda Rasulullah berikut ini: ’Diriwayatkan dari Anas ra, dia berkata : ”Rasulullah saw bersabda, tidaklah seorang muslim kematian tiga anaknya yang belum baligh, kecuali, Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga berkat kasih sayang-Nya kepada anak-anaknya tersebut, ”(HR Bukhori muslim).<br /><br />Ada beberapa hal yang mesti diketahui oleh orang tua pun kita, agar kematian tersebut bisa menjadi berkah dan mengantarkan kita menuju surga Allah. Diantaranya, seperti yang telah saya katakan diawal,<br /><br /> <br /><br />1. Sabar Dan Ikhlas<br /><br />Orang tua mesti sabar dan ikhlas menerima kepergian sang anak, tidak meratapi kepergiannya secara berlebihan boleh menangis dan bersedih asal tidak berlarut-larut sehingga dapat menimbulkan keburukan bagi kesehatanya.<br /><br />2. Sadar dan memuja Allah<br /><br />Yaitu dengan mengucapkan kalimat istirja (innaa lillahi wainnailillaihi roojiun) dan merenungi kandungan maknanya. Kita , anak kita, dan segala sesuatu yang ada disekitar kita semuanya adalah milik Allah. Anak adalah amanah, titipan dari Allah, yang mesti kita jaga dan pelihara dengan sebaik-baiknya. Karena anak ibarat barang titipan tentu suatu saat jika sang pemilik akan mengambil kembali miliknya tersebut kita harus berlapang dada menyerahkan barang titipan tersebut kepada sang pemilik<br /><br />3. Mengharap pahala atas kematian sang anak.<br /><br />Seperti yang telah saya katakan diawal, bahwa, kematian seorang anak bukanlah suatu musibah melainkan himpunan berkah yang mesti dipetik oleh orang yang di tinggalkan. Orang tua semestinyalah memohon pahala dan keberkahan dari peristiwa tersebut, maka dengan senang hati Allah akan melimpahkan banyak kebaikan dan pahala kepada hambanya yang meminta dengan setulus hati.<br /><br />Nah, bukankah hal ini merupakan kabar gembira bagi orang tua yang ditinggal mati oleh anak-anaknya yang belum baligh dan janji Allah tersebut merupakan bukti karunia dan kemurahan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dan jika pun mendatangi neraka, itu hanya bagian dari janji Allah yang telah menjadi ketetapannya.<br /><br />Lho, menetapi janji apa ? mungkin saudara bertanya-tanya akan hal ini. Janji ini berkaitan dengan firman Allah dalam surat maryam (19) : 71 ”dan tidak seorang pun dari kalian, melaikan dia pasti mendatangi neraka itu ”.<br /><br />Belum jelas? Maksud mendatangi disini adalah menyeberanginya di atas shiraat, yaitu sebuah jembatan yang di bentengkan di atas neraka jahanam, bukanlah untuk mencapai pintu surga, seorang hamba mesti melewati jembatan tersebut ? dan ketahuilah wahai para orang tua, anak-anak anda yang telah meninggalkan anda terlebih dahulu tersebut, kelak akan menunggu anda di pintu tersebut (surga-red).<br /><br /> <br /><br />Haruslah tiga anak ?<br /><br />Apakah mesti tiga atau 2 anak baru orang tua dapat menikmati kemewahan surga? Kalau begitu bagaimana dengan orang tua yang kematian satu anak ? atau malah tidak kematian sama sekali?<br /><br />Sesungguhnya Allah Maha pemurah lagi Maha Bijaksana, hal di atas ternyata tak hanya berlaku bagi orang tua yang kehilangan 3 atau 2 anaknya, maka orang tua yang hanya kehilangan satu anak pun dapat merasakan nikmatnya surga lalu bagaimana dengan orang yang tidak kematian anak sama sekali dari umat Rasullullah ? ingat ! Rasulullah adalah pemberi syafaat (pertolongan ). Dan syafaat Rasulullah ini akan di bagikan bagi umatnya yang Rasulullah kehendaki, jadi tenanglah orang tua yang tidak di tinggal mati oleh anaknya, karena syafaat Allah akan menjadi penolong kita di akhirat kelak.<br /><br />Meski kematian anak membuka jalan bagi orang tua di taman surga, namun tidak diperenankan orang tua kemudian mengharapkan agar anaknya meninggal dunia. Surga ini hanya pengganti anaknya yang di minta oleh Allah. Sesunguhnya anak merupakan ladang berkah, ketika masih hidup ataupun telah mati, anak senantiasa memberikan manfaat bagi orang tua.<br /><br />Menurut Hadits Qudsi:<br /> Allah SWT berfirman pada harui kiamat kepada anak-anak:<br /> "Masuklah kalian ke dalam surga!"<br /> Anak-anak itu berkata: "Ya Rabbi (kami menunggu) hingga ayah ibu kami <br />masuk."<br /> Lalu mereka mendekati pintu syurga! tapi tidak mau masuk ke dalamnya. Allah <br />berfirman lagi: "Mengapa, Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian <br />kedalam surga!"<br /> Mereka menjawab: "Tetapi (bagaimana) orang tua kami?" Allah pun berfirman: <br />"Masuklah kalian ke dalam syurga bersama orang tua kalian."<br /> (Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil bin Syua�ah yang bersumber dari <br />sahabat Nabi SAW)<br /> <br /><br /> Istilah "al-wildan" dalam Hadits Qudsi diatas adalah kata jama�, mufradnya <br />(kata tunggalnya) adalah "al-walid", artinya anak yang baru dilahirkan, yaitu <br />bayi atau anak kecil yang belum akil baligh. Jadi maksudnya ialah anak kecil <br />yang meninggal dunia. Hal itu diterangkan dalam Hadits lain yang diriwayatkan <br />Ibnul-Atsir sebagai berikut:<br /> "Anak kecil (yakni yang meninggal dunia selagi kanak-kanak atau keguguran), <br />masuk syurga."<br /> <br /><br /> Maksud hadits diatas, termasuk salah satu di antara rentetan peristiwa yang <br />terjadi pada hari kiamat di padang masyar. Gambaran ringkas dari <br />peristiwa-peristiwa itu adalah sebagai berikut:<br /> 1. Setiap orang dibangkitkan dari kuburannya masing-masing<br /> 2. Masing-masing digiringkan oleh malaikat Zabaniah kepadang Masyar. Setelah <br />itu mereka dikelilingi oleh hewan-hewan dan apa saja yang ada sangkut pautnya <br />dengan mereka. Juga dikelilingi oleh malaikat langit masing-masing tingkatan.<br /> 3. Matahari diciptakan kembali dan diletakkan di atas mereka pada jarak satu <br />mil, sehingga mereka selain berdesak-desakan dn berjubel-jubel (kaki diinjak <br />oleh seribu kaki-kaki diatasnya), juga dibakar oleh panasnya matahari, <br />berkeringat, lapar, haus dahaga tidak terperikan siksanya.<br /> 4. Ketika mereka mengalami lapar dan haus itulah anak-anak yang tadinya <br />meninggal selagi masih kecil dan dilepas oleh orang tuanya dengan sabar dan <br />tawakal, datang kepada orang tuanya masing-masing dengan membawa segelas air <br />untuk diminum, dan apabila sudah diminum, tidak akan lapar dan dahaga lagi <br />selama di alam Masyar itu. Demikian menurut beberapa Hadits.<br /> 5. Mulai hisab dengan menerima buku catatan harian masing-masing yang selama <br />hidupnya dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid.<br /> 6. Dilakukan mizan (penilaian timbangan) terhadap segala macam amalan setiap <br />orang, kecuali orang-orang masuk surga tanpa hisab.<br /> 7. Meniti shirat yang harus dilalui oleh keseluruhan yang ada di padang <br />Masyar itu. Meniti shirat yang kedua bagi mereka yang telah selamat meniti <br />shirat yang pertama.<br /> 8. Mana yang sudah bersih benar baru diidzinkan masuk syurga.<br /> <br /> Pada saat itulah Allah memerintahkan kepada anak-anak (yang tadinya <br />meninggal dunia selagi belum akil baligh) untuk memasuki surga. Tetapi mereka <br />memohon syafa�at (pertolongan) kepada Allah agar kiranya dapat masuk surga <br />bersama orang tua mereka. Memang mereka juga penuhi perintah Allah, untuk <br />datang mendekati pintu syurga, tapi masih belum mau memasukinya, sehingga <br />Allah Yang Maha Mengetahui bertanya lagi: "Mengapa Aku lihat anak-anak itu <br />masih saja belum masuk syurga? Masuklah kalian ke dalam syurga itu". Pada <br />saat itu mereka mengulangi permohonannya bagi orang tua mereka. "Kami belum <br />mau masuk, sebelum orang tua kami yang menjadi asal pokok kami, dan ibu-ibu <br />kami yang telah mengandung kami sembilan bulan dan kemudian membesarkan kami <br />masuk juga bersama kami".<br /> Demikianlah mereka berhenti dekat pintu surga, menunggu keputusan Allah SWT <br />dengan penuh harapan. <br /> Akhirnya putusan yang dinanti-nantikan itu datang dengan segera, dengan <br />firman Allah Yang Maha Mengetahui: "Masuklah kalian ke dalam surga bersama <br />orang tua kalian".<br /> Penegasan ini oleh Allah kira-kira dimaksudkan untuk menampakkan betapa <br />besar keutamaan anak-anak dan betapa besar pula pengaruh ridla qadla� dan <br />qadar Allah, sabar dan puji syukur kehadirat Nya.<br /> <br /><br /> (Sumber: Hadits Qudsi, KH.M. Ali Usman dkk, CV. Diponegoro Bandung, 1984)<br /><br /></span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com341tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-80750514208701750552011-04-10T04:08:00.000-07:002011-04-10T04:10:59.537-07:00Urutan Dzikir Setelah Shalat.Tentang hal ini, Syeikh Ibn Baaz —rahimahullah— mengatakan bahwa berdasarkan riwayat yang paling utama yaitu yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam —berdasarkan riwayat yang ada— jika telah mengucapkan salam dari shalat fardhu maka beliau mengawalinya dengan beristighfar sebanyak tiga kali dengan mengucapkan :<br /><br />أَستَغفِرُ اللهَ، أستغفر الله، أستغفر اللهم أنت السلام، ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام<br /><span class="fullpost"><br />Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Tsauban dan sebagianya terdapat dalam riwayat Aisyah juga, bahwa Aisyah berkata, "Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan salam, beliau tidak duduk selain seukuran membaca bacaan "ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM, WAMINKAS SALAAM, TABAARAKTA DZAL JALAALIL WAL IKRAAMI (Ya Allah, Engkau adalah Dzat Pemberi keselamatan, dan dariMu-lah segala keselamatan, Maha Besar Engkau Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan)." Kemudian bergeser menghadap jamaah lalu mengucapkan setelah itu :<br /><br />لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على شيء قدير<br /><br />Di dalam hadits Zubeir dan Mughirah disebutkan bahwa hal itu dibaca sebanyak satu kali sedangkan didalam riwayat lainnya disebutkan tiga kali dan mengucapkan,<br /><br />لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن، لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون، اللهم لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت ولا ينفع ذا الجد منك الجد<br /><br />Setelah melaksanakan setiap shalat dari 5 waktu, Fajar, Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Dan dzikir ini ditambah pada saat shalat maghrib dan Fajar sebanyak sepuluh kali :<br /><br />لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد يحيي ويميت وهو على كل شيء قدير<br /><br />Dalam hal ini terdapat hadits khusus shahih dalam shalat maghrib dan fajar dengan dzikir tersebut sebanyak sepuluh kali :<br /><br />لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد يحيي ويميت وهو على كل شيء قدير<br /><br />Lalu mengucakan :<br /><br />سبحان الله, والحمد لله, والله أكبر<br /><br />Masing-masing 33 kali sehingga jumlahnya menjadi 99 kali lalu ditutup dengan,<br /><br />لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير<br /><br />Semua itu berasal dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu membaca ayat kursi :<br /><br />اللَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلا يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (البقرة:255)<br /><br />Ia hanyalah satu ayat dan disebut dengan ayat kursi, ia adalah sebaik-baik ayat didalam al Qur’an dan ayat yang paling agung didalam al Qur’an al Karim sebagaimana surat yang paling agung dan paling utama didalam Al Qur’an adalah surat al Fatihah : Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin<br /><br />Setelah ayat kursi, beliau membaca : Qul Huwallahu Ahad (Surat Al Ikhlas), Qul A’udzu birobbil Falaq (Surat AL Falaq) dan Qul ‘Audzu birobbin Naas (Surat An Naas) satu kali setelah shalat Zhuhur, setelah Ashar dan setelah Isya. Dan tiga kali setelah shalat Fajar dan Maghrib. Ketiga surat ini dibaca satu kali setelah Zhuhur, Ashar dan Isya dan diulang hingga tiga kali setelah shalat Maghrib dan Fajar setelah dzikir-dzikir diatas dan setelah ayat kursi. (www.binbaz.org.sa)<br /><br />Ahlus Sunnah wal Jamaah dan Salafy<br /><br />Tentang Salafiy ini, Syeikh Ibnu al Utsaimin mengatakan, ”Kita harus mengetahui bahwa Salafiy tidaklah terbatas pada satu kelompok tertentu. Setiap yang berpegang dengan madzhab Salaf (para sahabat dan Tabi’in, pen) adalah Salafi. Inilah Salafiy baik untuk masa terdahulu maupun masa belakangan.<br /><br />Adapun kemudian kita menjadikannya (salafiy) untuk satu kelompok tertentu dan mengatakan : Mereka ini adalah Salafiyun (orang-orang Salafiy) dan mereka itu adalah Aqlaniyun (orang-orang Rasionalis) maka ini tidaklah betul akan tetapi hendaklah dia mengetahui bahwa diantara ulama ada yang lebih didominasi oleh aspek akal sedangkan yang lainnya lebih didominasi oleh aspek syara’.. (Liqoat al Bab al Maftuh 218/20)<br /><br />Sedangkan Syeikh Shalih al-Fauzan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan madzhab Salafiy adalah madzhab yang diatasnya pernah dilalui orang-orang terdahulu dari umat ini, dari kalangan sahabat, tabi’in dan imam-imam yang diakui memiliki aqidah yang benar, manhaj yang lurus, iman yang benar, berpegang dengan islam baik sisi aqidah, syariah, adab, prilaku yang berbeda dengan para pelaku bid’ah, orang-orang yang menyimpang dan ahli khurafat.<br /><br />Di antara orang-orang terkenal yang mengajak kepada madzhab Salaf adalah imam yang empat, Syeikhul Islam ibnu Taimiyah dan murid-muridnya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dan murid-muridnya dan orang-orang yang melakukan perbaikan dan pembaharuan selain mereka, karena tidaklah ada satu zaman yang kosong dari orang yang berdiri di jalan Allah dengan hujjah…” (al Muntaqa Min Fatawa asy Syeikh al Fauzan No. 206)<br /><br />Dengan demikian istilah Salafiy tidaklah bisa diklaim hanya dimiliki oleh satu kelompok atau jama'ah tertentu saja, baik kelompok itu ada di Indonesia, Arab, Mesir atau negeri lainnya. Ia adalah milik setiap orang atau kelompok yang istiqomah di atas jalan yang pernah dilalui oleh orang-orang terdahulu dari umat ini, sebagaimana disebutkan oleh Syeikh Shaleh al-Fauzan di atas.<br /><br />Sebagaimana juga istilah "Ahlus Sunnah wal Jama'ah" tidaklah bisa diklaim hanya dimiliki oleh satu kelompok, jama'ah atau ormas tertentu saja. Namun ia adalah milik setiap orang atau kelompok yang setia mengikuti Rasulullah SAW di atas manhaj salafussaleh yaitu orang-orang yang berjalan di atas petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dari kalangan shahabat dan tabiin seuruhnya.<br /><br />Wallahu A’lam.<br /><br />http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/dzikir-dan-doa.htm</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-21260166592022571792011-03-28T21:01:00.000-07:002011-03-28T21:03:41.771-07:00HUKUM MEMINTA-MINTA (MENGEMIS) MENURUT SYARI'AT ISLAMHUKUM MEMINTA-MINTA (MENGEMIS) MENURUT SYARI'AT ISLAM<br /><br />Oleh<br />Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas<br /><br /><br />DEFINISI MINTA-MINTA (MENGEMIS)<br />Minta-minta atau mengemis adalah meminta bantuan, derma, sumbangan, baik kepada perorangan atau lembaga.<span class="fullpost"> Mengemis itu identik dengan penampilan pakaian serba kumal, yang dijadikan sarana untuk mengungkapkan kebutuhan apa adanya. Hal-hal yang mendorong seseorang untuk mengemis –salah satu faktor penyebabnya- dikarenakan mudah dan cepatnya hasil yang didapatkan. Cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat agar memberikan bantuan atau sumbangan.<br /><br />FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG SESEORANG UNTUK MENGEMIS DAN MINTA-MINTA<br />Ada banyak faktor yang mendorong seseorang mencari bantuan atau sumbangan. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat permanen, dan ada pula yang bersifat mendadak atau tak terduga. Contohnya adalah sebagai berikut:<br /><br />1. Faktor ketidakberdayaan, kefakiran, dan kemiskinan yang dialami oleh orang-orang yang mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Karena mereka memang tidak memiki gaji tetap, santunan-santunan rutin atau sumber-sumber kehidupan yang lain. Sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang. Sama seperti mereka ialah anak-anak yatim, orang-orang yang menyandang cacat, orang-orang yang menderita sakit menahun, janda-janda miskin, orang-orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak sanggup bekerja, dan selainnya.<br /><br />2. Faktor kesulitan ekonomi yang tengah dihadapi oleh orang-orang yang mengalami kerugian harta cukup besar. Contohnya seperti para pengusaha yang tertimpa pailit (bangkrut) atau para pedagang yang jatuh bangkrut atau para petani yang gagal panen secara total. Mereka ini juga orang-orang yang memerlukan bantuan karena sedang mengalami kesulitan ekonomi secara mendadak sehingga tidak bisa menghidupi keluarganya. Apalagi jika mereka juga dililit hutang yang besar sehingga terkadang sampai diadukan ke pengadilan.<br /><br />3. Faktor musibah yang menimpa suatu keluarga atau masyarakat seperti kebakaran, banjir, gempa, penyakit menular, dan lainnya sehingga mereka terpaksa harus minta-minta.<br /><br />4. Faktor-faktor yang datang belakangan tanpa disangka-sangka sebelumnya. Contohnya seperti orang-orang yang secara mendadak harus menanggung hutang kepada berbagai pihak tanpa sanggup membayarnya, menanggung anak yatim, menanggung kebutuhan panti-panti jompo, dan yang semisalnya. Mereka ini juga adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan biasanya tidak punya simpanan harta untuk membayar tanggungannya tersebut tanpa uluran tangan dari orang lain yang kaya, atau tanpa berusaha mencarinya sendiri walaupun dengan cara mengemis.<br /><br />JENIS-JENIS PENGEMIS<br />Ketika kita membahas tentang fenomena pengemis dari kacamata kearifan, hukum, dan keadilan, maka kita harus membagi kaum pengemis menjadi dua kelompok:<br /><br />1. Kelompok pengemis yang benar-benar membutuhkan bantuan<br />Secara riil (kenyataan hidup) yang ada para pengemis ini memang benar-benar dalam keadaan menderita karena harus menghadapi kesulitan mencari makan sehari-hari.<br /><br />Sebagian besar mereka ialah justru orang-orang yang masih memiliki harga diri dan ingin menjaga kehormatannya. Mereka tidak mau meminta kepada orang lain dengan cara mendesak sambil mengiba-iba. Atau mereka merasa malu menyandang predikat pengemis yang dianggap telah merusak nama baik agama dan mengganggu nilai-nilai etika serta menyalahi tradisi masyarakat di sekitarnya. Allah Ta’ala berfirman:<br /><br />"(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui" [al-Baqarah/2 : 273].<br /><br />2. Kelompok pengemis gadungan yang pintar memainkan sandiwara dan tipu muslihat<br />Selain mengetahui rahasia-rahasia dan trik-trik mengemis, mereka juga memiliki kepiawaian serta pengalaman yang dapat menyesatkan (mengaburkan) anggapan masyarakat, dan memilih celah-celah yang strategis. Selain itu mereka juga memiliki berbagai pola mengemis yang dinamis, seperti bagaimana cara-cara menarik simpati dan belas kasihan orang lain yang menjadi sasaran. Misalnya di antara mereka ada yang mengamen, bawa anak kecil, pura-pura luka, bawa map sumbangan yang tidak jelas, mengeluh keluarganya sakit padahal tidak, ada yang mengemis dengan mengamen atau bermain musik yang jelas hukumnya haram, ada juga yang mengemis dengan memakai pakaian rapi, pakai jas dan lainnya, dan puluhan cara lainnya untuk menipu dan membohongi manusia.<br /><br />PANDANGAN SYARIAT TERHADAP MINTA-MINTA (MENGEMIS)<br />Islam tidak mensyari’atkan meminta-minta dengan berbohong dan menipu. Alasannya bukan hanya karena melanggar dosa, tetapi juga karena perbuatan tersebut dianggap mencemari perbuatan baik dan merampas hak orang-orang miskin yang memang membutuhkan bantuan. Bahkan hal itu merusak citra baik orang-orang miskin yang tidak mau minta-minta dan orang-orang yang mencintai kebajikan. Karena mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang meminta bantuan. Padahal sebenarnya mereka tidak berhak menerimanya, terlebih kalau sampai kedok mereka terungkap.<br /><br />Banyak dalil yang menjelaskan haramnya meminta-minta dengan menipu dan tanpa adanya kebutuhan yang mendesak. Diantara hadits-hadits tersebut ialah sebagai berikut.<br /><br />Hadits Pertama.<br />Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ.<br /><br />"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya".[1]<br /><br />Hadits Kedua<br />Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ.<br /><br />"Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api" [2].<br /><br />Hadits Ketiga<br />Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />َالْـمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ، إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِيْ أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ.<br /><br />"Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu" [3]<br /><br />Bolehnya kita meminta kepada penguasa, jika kita dalam kefakiran. Penguasa adalah orang yang memegang baitul maal harta kaum Muslimin. Seseorang yang mengalami kesulitan, boleh meminta kepada penguasa karena penguasalah yang bertanggung jawab atas semuanya.<br /><br />Namun, tidak boleh sering meminta kepada penguasa. Hal ini berdasarkan hadits Hakiim bin Hizaam Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Aku meminta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lantas beliau memberiku. Kemudian aku minta lagi, dan Rasulullah memberiku. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />يَا حَكِيْمُ، إِنَّ هَذَا الْـمَـالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُوْرِكَ لَهُ فِيْه ِ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيْهِ ، وَكَانَ كَالَّذِيْ يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ. الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى.<br /><br />"Wahai Hakiim! Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barang siapa mengambilnya dengan berlapang hati, maka akan diberikan berkah padanya. Barang siapa mengambilnya dengan kerakusan (mengharap-harap harta), maka Allah tidak memberikan berkah kepadanya, dan perumpamaannya (orang yang meminta dengan mengharap-harap) bagaikan orang yang makan, tetapi ia tidak kenyang (karena tidak ada berkah padanya). Tangan yang di atas (yang memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang meminta)".<br /><br />Kemudian Hakîm berkata: "Wahai Rasulullah! Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak menerima dan mengambil sesuatu pun sesudahmu hingga aku meninggal dunia”.<br /><br />Ketika Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu menjadi khalifah, ia memanggil Hakîm Radhiyallahu 'anhu untuk memberikan suatu bagian yang berhak ia terima. Namun, Hakîm tidak mau menerimanya, sebab ia telah berjanji kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika ‘Umar menjadi khalifah, ia memanggil Hakîm untuk memberikan sesuatu namun ia juga tidak mau menerimanya. Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata di hadapan para sahabat: "Wahai kaum Muslimin! Aku saksikan kepada kalian tentang Hakîm bin Hizâm, aku menawarkan kepadanya haknya yang telah Allah berikan kepadanya melalui harta rampasan ini (fa’i), namun ia tidak mau menerimanya. Dan Hakîm Radhiyallahu 'anhu tidak mau menerima suatu apa pun dari seorang pun setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai ia meninggal dunia”.[4]<br /><br />Hadits ini menunjukkan tentang bolehnya meminta kepada penguasa. Akan tetapi tidak boleh sering, seperti kejadian di atas, yaitu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menasihati Hakîm bin Hizâm. Hadits ini juga menerangkan tentang ta’affuf (memelihara diri dari meminta kepada manusia) itu lebih baik. Sebab, Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu 'anhu pada waktu itu tidak mau meminta dan tidak mau menerima.<br /><br />ORANG-ORANG YANG DIBOLEHKAN MEMINTA-MINTA<br />Diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq al-Hilali Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />يَا قَبِيْصَةُ، إِنَّ الْـمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ ، فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْش ٍ، –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْـمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ ، سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا.<br /><br />“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.[5]<br /><br />KEUTAMAAN TIDAK MEMINTA-MINTA DAN ANJURAN UNTUK BERUSAHA<br />Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya menganjurkan kita untuk berusaha dan mencari nafkah apa saja bentuknya, selama itu halal dan baik, tidak ada syubhat, tidak ada keharaman, dan tidak dengan meminta-minta. Kita juga disunnahkan untuk ta’affuf (memelihara diri dari minta-minta), sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya.<br /><br />"(Apa yang kamu infakkan adalah) untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari minta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak minta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui" [al-Baqarah/2 ayat 273].<br /><br />Diriwayatkan dari az-Zubair bin al-‘Awwâm Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:<br /><br />لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ حَطَبٍ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيْعَهَا فَيَكُفَّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ، أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوْهُ.<br /><br />"Sungguh, seseorang dari kalian mengambil talinya lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, kemudian ia menjualnya sehingga dengannya Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada orang lain, mereka memberinya atau tidak memberinya".[6]<br /><br />Seseorang yang menjual kayu bakar yang ia ambil dari hutan adalah lebih baik daripada ia harus meminta-minta kepada orang lain. Nabi n menjelaskan jalan yang terbaik karena meminta kepada orang lain hukumnya haram dalam Islam, baik mereka (orang yang dimintai sumbangan) itu memberikan atau pun tidak. Tetapi yang terjadi pada sebagian kaum muslimin dan thâlibul-‘ilmi (para penuntut ilmu) adalah meminta kepada orang lain, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa dan wajar. Padahal, hal ini hukumnya haram dalam Islam. Jadi, yang terbaik ialah kita mencari nafkah, kemudian setelah itu kita makan dari nafkah yang kita dapat, baik sedikit maupun banyak, dan sesuatu yang kita dapat itu lebih mulia daripada minta-minta kepada orang lain.<br /><br />Seorang anak yang minta kepada kedua orang tuanya, atau orang tua kepada anaknya, atau isteri kepada suaminya, ini tidak termasuk dalam hadits ini. Karena, orang tua wajib memberikan nafkah kepada anaknya. Jadi, kalau anak meminta kepada orang tuanya, tidak termasuk dalam hadits ini, begitu pun sebaliknya. Karena pada hakikatnya harta anak itu milik orang tuanya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />أَنْتَ وَمَالُكَ ِلِأَبِيْكَ.<br /><br />"Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu".[7]<br /><br />Sebagian dari para sahabat adalah orang-orang miskin, tetapi mereka tidak meminta-minta kepada orang lain walaupun mereka sangat membutuhkan. Tetapi, orang-orang yang tidak mengetahui menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya disebabkan mereka menjaga kehormatan diri mereka dengan tidak meminta-minta kepada orang lain.<br /><br />Orang yang paling berbahagia dan yang paling beruntung dalam hidup ini adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang Allah berikan. Contohnya, orang yang hanya mendapat rizki Rp 5000,- (Lima ribu rupiah) sehari, kemudian ia merasa cukup dengannya, maka ia adalah orang yang paling beruntung dan bersyukur kepada Allah Ta’ala dengan apa yang Allah berikan kepadanya.<br /><br />Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ.<br /><br />"Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rizki yang cukup, dan dia merasa puas dengan apa yang Allah berikan kepadanya".[8]<br /><br />Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br /><br />مَنْ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا بِاللهِ أَوْشَكَ اللهُ لَهُ بِالْغِنَى: إِمَّا بِمَوْتٍ عَاجِلٍ أَوْ غِنًى عَاجِلٍ.<br /><br />"Barang siapa yang ditimpa suatu kesulitan lalu ia mengadukannya kepada manusia, maka tidak akan tertutup kefakirannya. Dan barangsiapa yang mengadukan kesulitannya itu kepada Allah, maka Allah akan memberikannya salah satu diantara dua kecukupan: kematian yang cepat atau kecukupan yang cepat".[9]<br /><br />Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seorang yang mendapat kesulitan dan kesusahan, namun ia selalu berharap kepada orang lain, maka kefakirannya tidak akan tertutupi. Kita dapat saksikan betapa banyaknya kaum Muslimin yang tertimpa musibah dan kesulitan mereka adukan semuanya kepada orang lain, baik dengan mengatakan bahwa ia sedang sakit atau sedang bangkrut usahanya atau selainnya. Tetapi, apabila mereka sedang mendapatkan senang dan mendapat keuntungan, mereka tidak mengadukannya kepada orang lain. Seseorang yang mengadukan kefakiran dan kesulitannya agar orang lain merasa kasihan kepadanya, maka hal itu tetap tidak akan menutup kefakirannya. Namun jika ia merasa cukup dengan karunia yang Allah Ta’ala berikan, dan ia mengadukan segala kesulitannya kepada Allah, maka Dia akan menutupi kefakirannya itu dan akan menambah karunia yang telah diberikan-Nya kepadanya. Apabila Allah Ta’ala mentakdirkan kita mengalami kesulitan, lalu kita adukan kesulitan yang kita alami kepada Allah, maka Dia akan memberikan kepada kita jalan keluar yang baik dan rizki, baik cepat maupun lambat.<br /><br />Kita harus mengimani, memahami, dan mengamalkan hadits ini dalam kehidupan kita. Kita harus yakin bahwa hanya Allah-lah yang mendengar kesulitan kita. Adapun manusia, mereka tidak suka mendengar kesulitan orang lain. Islam menganjurkan kita untuk berusaha, berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan usaha ini tidak mengurangi waktu kita, baik dalam menuntut ilmu maupun mengajar dan mendakwahkan ilmu.<br /><br />KESIMPULAN<br />Ada beberapa poin yang dapat diambil sebagai kesimpulan dari pembahasan ini, di antaranya:<br />1. Harta yang kita peroleh dengan usaha kita sendiri adalah diberkahi.<br />2. Bila kita mengalami kesulitan, maka kita harus mengadukannya kepada Allah Ta’ala.<br />3. Dianjurkan untuk menjaga diri (ta’affuf), dan tidak meminta-minta kepada orang lain.<br />4. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membaiat para sahabatnya, agar mereka tidak meminta-minta kepada orang lain.<br />5. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang para sahabat dan ummatnya untuk meminta-minta kepada orang lain.<br />6. Harta yang diperoleh dari minta-minta adalah tidak berkah.<br />7. Meminta-minta menghilangkan rasa malu.<br />8. Meminta-minta adalah perbuatan yang haram dan hina.<br />9. Harta hasil dari meminta-minta tanpa kebutuhan adalah haram.<br />10. Meminta-minta adalah cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya.<br />11. Orang yang meminta-minta kepada manusia tanpa kebutuhan, maka pada hari Kiamat tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.<br />12. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjamin dengan Surga bagi siapa saja yang menjamin dirinya untuk tidak meminta-minta kepada orang lain.<br />13. Orang yang meminta-minta berarti ia meminta bara api Neraka Jahannam.<br />14. Meminta-minta tidak akan dapat menutupi kefakiran seseorang.<br />15. Kita harus berputus asa terhadap apa yang dimiliki orang lain, dan hanya mengharapkan apa yang ada di Tangan Allah Ta’ala.<br /><br />KHATIMAH<br />Di akhir pembahasan ini saya wasiatkan kepada kaum muslimin, para penuntut ilmu, dan para dai agar menjaga kehormatan dirinya dengan tidak minta-minta kepada orang dan tidak mengharap sesuatu kepada manusia. Bagi pemilik harta hendaklah ia menginfakkannya pada jalan yang disyariatkan. Bagi mereka yang fakir, hendaklah bersabar dan memohon kecukupan kepada Allah. Dan kepada orang kaya yang tidak mengeluarkan zakatnya -demikian pula para pengacau dakwah yang mencuri harta orang lain untuk kepentingan kelompoknya- hendaklah mereka takut akan siksa Allah Ta’ala.<br /><br />Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita sebagai orang yang bersyukur dan qana’ah atas segala nikmatnya, merasa cukup dengan apa yang ada, serta menahan diri dari minta-minta. Sesungguhnya Allah Mahadermawan, Mahamulia.<br /><br />Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, Sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dan akhir dari dakwah ini ialah segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.<br /><br />Marâji’:<br />1. Al-Qurâ`nul-Karim.<br />2. Al-Mustadrak.<br />3. Al-Mughamarat al-Mutamawwilin Baina al-Hajat wal Ihtirâf, karya Shâlih bin 'Abdullah al-Utsaimin.<br />4. Al-Mu’jamul-Kabir.<br />5. As-Sunan al-Kubra lin Nasâ`i.<br />6. At-Ta’liqatul-Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibban.<br />7. Bahjatun-Nazhirin Syarh Riyadhush-Shâlihin, karya Syaikh Salim al-Hilali.<br />8. Dzammul Mas`alah, Ta’lif: Abu Abdirrahmân Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah .<br />9. Hilyatul-Auliyâ`.<br />10. Irwâ`ul-Ghalil.<br />11. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.<br />12. Shahîh Bukhâri.<br />13. Shahîh Muslim.<br />14. Shahîh Jâmi’ush-Shaghîr.<br />15. Sunan Abu Dâwud.<br />16. Sunan ad-Dârimi.<br />17. Shahîh Ibnu Khuzaimah.<br />18. Sunan Ibnu Mâjah.<br />19. Sunan Nasâ`i.<br />20. Sunan Tirmidzi.<br /><br />[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/Ramadhan1429H/2008. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]<br />_______<br />Footnote<br />[1]. Muttafaqun ‘alaihi. HR al-Bukhâri (no. 1474) dan Muslim (no. 1040 (103)).<br />[2]. Shahîh. HR Ahmad (IV/165), Ibnu Khuzaimah (no. 2446), dan ath-Thabrâni dalam al-Mu’jamul-Kabîr (IV/15, no. 3506-3508). Lihat Shahîh al-Jâmi’ish-Shaghîr, no. 6281.<br />[3]. Shahîh. At-Tirmidzi (no. 681), Abu Dawud (no. 1639), an-Nasâ`i (V/100) dan dalam as-Sunanul-Kubra (no. 2392), Ahmad (V/10, 19), Ibnu Hibbân (no. 3377 –at-Ta’lîqâtul Hisân), ath-Thabrâni dalam al-Mu’jamul Kabîr (VII/182-183, no. 6766-6772), dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyâ` (VII/418, no. 11076).<br />[4]. Shahîh. Al-Bukhâri (no. 1472), Muslim (no. 1035), dan lainnya.<br />[5]. Shahîh. HR Muslim (no. 1044), Abu Dâwud (no. 1640), Ahmad (III/477, V/60), an-Nasâ`i (V/89-90), ad-Dârimi (I/396), Ibnu Khuzaimah (no. 2359, 2360, 2361, 2375), Ibnu Hibbân (no. 3280, 3386, 3387 –at-Ta’lîqtul-Hisân), dan selainnya.<br />[6]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 1471, 2075).<br />[7]. Shahîh. HR Ibnu Mâjah (no. 2291) dari Jaabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu 'anhuma, dan ath-Thabrâni dalam Mu’jamul-Kabîr (VII/230, no. 6961, X/81-82, no. 10019) dari Samurah dan Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu 'anhu. Lihat Irwâ`ul-Ghalîl (no. 838).<br />[8]. Shahîh. HR Muslim (no. 1054) dan lainnya, dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu 'anhu.<br />[9]. Shahîh. HR Ahmad (I/389, 407, 442), Abu Dâwud (no. 1645), at-Tirmidzi (no. 2326), dan al-Hâkim (I/408). Lafazh ini milik Abu Dâwud. </span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-48145787211627896682011-03-10T00:28:00.000-08:002011-03-10T00:30:37.260-08:00KUBURAN SEDANG MENUNGGU KITADikatakan oleh para arif billah; Bahwa sesungguhnya setiap kali ada manusia yang lahir, maka itulah awal dari kematiannya. Se-dangkan setiap kali di antara mereka ada yang mati, maka itulah pula awal kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan yang kekal, yang bermula dari suatu tempat yang sempit dan gelap gulita di salah satu sisi bumi yang disebut sebagai kuburan. Akan tetapi sayangnya banyak di antara mereka yang dilalaikan oleh dunia dan tidak pernah ingat bahwa dirinya akan masuk dan dimasukkan ke dalam kuburan tersebut.<span class="fullpost"> Tempat dimana ia akan diuji coba apakah ia-nya termasuk orang yang selamat atau tidak.<br /><br /> <br /><br />Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal; At-Tirmidzi diceritakan bahwa: Hani' salah seorang pembantu Sayyidina Utsman bin Affan r.a menuturkan: “Jika Utsman berdiri di samping kuburan, maka beliau menangis hingga basah jenggotnya. Saya berkata kepada beliau: “Wahai amirul mukminin, jika engkau mengingat surga ataupun neraka engkau tidak pernah menangis. Lalu mengapa engkau menangis karena kuburan ini.” Lalu beliau menjawab: “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : "Kuburan adalah awal kehidupan akhirat. Jika seseorang selamat daripadanya, maka selanjutnya pasti menjadi lebih mudah. Dan jika ia tidak selamat daripadanya, maka setelahnya akan lebih mengerikan." Setelah itu Sayyidina Utsman berkata lagi bahwa: “Rasulullah SAW juga bersabda: “Aku tidak melihat suatu pemandangan yang lebih mengerikan melainkan kuburan lebih mengerikan daripadanya." <br /><br />Dalam riwayat lain diceritakan pula bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a yang juga disebut-sebut sebagai “khulafaur-rasyidin yang ke 5” dalam sejarah Islam, suatu hari telah menasihati para sahabatnya dengan berkata :<br /><br /> <br /><br />“Wahai para sahabatku, jika suatu waktu kalian melewati kuburan, lihatlah betapa berdempetnya rumah-rumah para penghuninya. Kemudian panggillah mereka yang ada di dalamnya jika engkau bisa memanggil.<br /><br /> <br /><br />Tanyakanlah kepada orang-orang kaya yang telah berdiam di sana, apakah masih tersisa kekayaan mereka. Dan kepada orang-orang miskin di antara mereka, tanyakan pula apakah masih tersisa kemiskinan mereka?<br /><br /> <br /><br />Tanyakan pula tentang lisan-lisan yang dengannya mereka berbicara, sepasang mata yang dengannya mereka melihat indahnya pemandangan. Juga keadaan tentang kelembutan dan kehalusan kulit tubuh mereka; tentang wajah-wajah mereka yang cantik jelita. Dan apakah yang telah diperbuat oleh ulat-ulat yang ada di dalam dan di balik kain kafan mereka.<br /><br /> <br /><br />Tanyakan pula tentang pelayan-pelayan mereka yang setia serta diimanakah tumpukan harta dan sederetan pangkat yang mereka miliki. Dimanakah rumah-rumah mewah mereka yang menjulang tinggi. Dimanakah kebun-kebun mereka yang rindang dan subur. Dimanakah pakaian-pakaian mereka yang indah-indah yang harganya mahal-mahal. Dimanakah kendaraan-kendaraan mewah kesukaan mereka. Dimanakah kolam renang dan telaga pribadi mereka. Bukankah mereka kini berada di tempat yang sangat sunyi? Bukankah siang dan malam bagi mereka sama saja? Bukankah mereka berada dalam kegelapan? Bahkan mereka telah terputus dengan amal mereka. Berpisah dengan orang-orang yang mereka cintai, harta dan segenap keluarganya. Karena itu wahai sahabat, sebagai orang yang tak lama lagi akan menyusul mereka masuk ke dalam kuburan! Kenapa engkau terpedaya dengan dunia?<br /><br /> <br /><br />Cobalah renungkan setiap saat tentang orang-orang yang telah pergi meninggalkan kita. Sungguh mereka amat berharap untuk bisa kembali ke dunia. Agar bisa menghimpun amal sebanyak-banyaknya. Tetapi, itu semua tidak mungkin terjadi karena mereka telah dikuburkan.”<br /><br /> <br /><br />Dalam kisah yang lain pula diriwayatkan, bahwa apabila teringat pada keadaan-keadaan kuburan yang tak menyenangkan tersebut, maka seorang hamba Allah yang ta’at yang bernama Syaikh Yazid Ar-Riqasyi rahimahullah meratap dan berkata kepada dirinya:<br /><br /> <br /><br />“Celakalah engkau wahai Yazid!. Siapakah yang akan mendirikan shalat untukmu setelah engkau mati?. Siapakah yang akan berpuasa untukmu setelah engkau mati? Siapakah yang akan memintakan maaf untukmu setelah engkau mati.Lalu siapakah yang akan menyelamatkan engkau dari azab kubur yang sangat mengerikan itu.” Dan setelah itu beliau menangis sejadi-jadinya dan berusaha dengan sungguh-sungguh memelihara amal ibadahnya, lantaran mengenangkan betapa pedihnya kematian dan azab kubur yang akan dihadapinya.<br /><br /> <br /><br />Sementara itu seorang hamba Allah lainnya yang bernama Syaikh Ar-Rabi' bin Khutsaim rhmlh telah menggali dan membuat liang kubur di rumahnya, dan jika ia rasakan hatinya menjadi keras dan merasa malas untuk beribadah, maka beliaupun masuk ke dalam lahat yang telah digalinya tersebut sambil membayangkan bahwa dirinya telah mati. Kemudian di dalam lahat tersebut dengan perasaan penuh sesal beliau bacakan berulang kali firman Allah SWT:<br /><br />“Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu, hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka (kemudian dikuburkan) diapun berkata: “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia; agar aku dapat berbuat amal yang saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan….” (Q.S.Al-Mu’minuun: 99-100)<br /><br /> <br /><br />Setelah itu iapun menjawab sendiri:<br /><br /> <br /><br />“Wahai Ar-Rabi’ kini engkau akan dikembalikan ke dunia, oleh sebab itu hendaklah pada hari-hari yang akan kau lalui senantiasa berada dalam keadaan beribadah dan bertakwa kepada Allah.”<br /><br /> <br /><br />Sekarang stelah menyimak beberapa petikan riwayat yang telah disampaikan di atas, maka mari pula kita bertanya kepada diri sendiri; Pernahkah kita menyadari, bahwa suatu ketika kita juga akan menjadi penghuni kuburan yang sempit dan gelap gulita. Pernahkah bangkit kesadaran kita ketika pada hari-hari yang lalu silih berganti kita antarkan keluarga teman ataupun kerabat kita ke kuburan, bahwa kelak kita juga akan diantar dan ditanam seperti mereka. Diusung dari benderangnya dunia yang fana ini ke dalam gelap gulitanya kuburan. Dibawa dari rumah tempat berkumpul dengan ahli keluarga yang ceria lalu dimasukkan ke dalam kuburan tanpa ada yang ikut serta. Lalu sudahkah sudah siap segala perbekalan kita.<br /><br /> <br /><br />Mudah-mudahan pengajaran yang singkat ini dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allahu Azza Wa Jalla. Dan semoga saja kuburan kita akan menjadi istana yang menyenangkan dengan segala kelezatan dan kenikmatan. Bukan penjara yang menyedihkan dengan segala siksaan dan penderitaan. Sebab sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW telah berpesan kepada Abu Dzarr Al Giffari r.a:<br /><br /> <br /><br />“Wahai Abu Dzarr, dunia adalah penjara bagi orang muslim; kuburan adalah tempat tinggalnya dan surga adalah tempat kembalinya. Sebaliknya wahai Abu Dzarr. Dunia adalah surga bagi kafir, kuburan adalh tempatnya disiksa dan neraka adalah tempat kembalinya.”<br /><br /> <br /><br />Wallahua’lam<br /><br /> <br /><br />Bagansiapiapi, 3 Rabiul Akhir 1432 H / 9 Maret 2011<br /><br /> <br /><br />KH. BACHTIAR AHMAD </span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-88115087650951351852011-03-01T06:30:00.000-08:002011-03-01T06:33:33.513-08:00Pakai Sayyidina dalam Shalawat, Bagaimana Hukumnya?Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /><br />Pak ustadz, saya mau tanya tentang hukum membaca shalawat kepada nabi di saat kita sedang duduk tahiyat akhir. Apakah shalawat itu hukumnya wajib ataukah sunnah?<span class="fullpost"><br /><br />Kemudian juga tentang penambahan kata ''sayyidina'' dalam shalawat itu, boleh ditambahkan atau haram hukumnya. Penjelasan ustadz sangat saya harapkan<br /><br />Wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br />jawaban<br /><br />Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /><br />Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau SAW hukumnya sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah.<br /><br />Untuk itu kita bisa merujuk pada kitab-kitab fiqih, misalnyakitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173, atau juga bisa dirunut ke kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 541.<br /><br />Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya sunnah. Demikian juga dengan shalawat kepada keluarga beliau.<br /><br />Keterangan ini juga bisa kita lihat pada kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319.<br /><br />Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah:<br /><br />اللهم صلى على Ù…Øمد وعلى آل Ù…Øمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على Ù…Øمد وعلى آل Ù…Øمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك Øميد مجيد<br /><br />Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)<br /><br />Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.<br /><br />Masalah Penggunaan Lafaz ''Sayyidina''<br /><br />Di dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 162 dan kitab Syarhu Al-Hadhramiyah halaman 253 disebutkan bahwa Al-Hanafiyah dan As-Syafi`iyah menyunnahkan penggunaan kata [sayyidina] saat mengucapkan shalawat kepada nabi SAW (shalawat Ibrahimiyah). Meski tidak ada di dalam hadits yang menyebutkan hal itu.<br /><br />Landasan yang mereka kemukakanadalah bahwa penambahan kabar atas apa yang sesungguhnya memang ada merupakan bagian dari suluk (adab) kepada Rasulullah SAW. Jadi lebih utama digunakan daripada ditinggalkan.<br /><br />Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata,`Janganlah kamu memanggilku dengan sebuatan sayyidina di dalam shalat`, adalah hadits maudhu` (palsu) dan dusta. (lihat kitab Asna Al-Mathalib fi Ahaditsi Mukhtalaf Al-Marathib karya Al-Hut Al-Bairuti halaman 253).<br /><br />Adapun selain mereka, umumnya tidak membolehkan penambahan lafadz [sayyidina], khususnya di dalam shalat, sebab mereka berpedoman bahwa lafadz bacaan shalat itu harus sesuai dengan petunjuk hadits-hadits nabawi. Bila ada kata [sayyidina] di dalam hadits, harus diikuti. Namun bila tidak ada kata tersebut, tidak boleh ditambahi sendiri.<br /><br />Demikianlah, ternyata para ulama di masa lalu telah berbeda pendapat. Padahal dari segi kedalaman ilmu, nyaris hari ini tidak ada lagi sosok seperti mereka. Kalau pun kita tidak setuju dengan salah satu pendapat mereka, bukan berarti kita harus mencaci maki orang yang mengikuti pendapat itu sekarang ini. Sebab merekahanya mengikuti fatwa para ulama yang mereka yakini kebenarannya. Dan selama fatwa itu lahir dari ijtihad para ulama sekaliber fuqaha mazhab, kita tidak mungkin menghinanya begitu saja.<br /><br />Adab yang baik adalah kita menghargai dan mengormati hasil ijtihad itu. Dan tentunya juga menghargai mereka yang menggunakan fatwa itu di masa sekarang ini. Lagi pula, perbedaan ini bukan perbedaan dari segi aqidah yang merusak iman, melainkan hanya masalah kecil, atau hanya berupa cabang-cabang agama. Tidak perlu kita sampai meneriakkan pendapat yang berbeda dengan pendapat kita sebagai tukang bid''ah.<br /><br />Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh<br />Ahmad Sarwat, Lc.<br />http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1144743848&date=9-2010</span>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-53284199763892171822011-02-23T16:49:00.000-08:002011-02-23T16:53:34.658-08:00Wirid sesudah sholat wajibAda sebagian muslim bilamana selesai mengerjakan sholat lima waktu langsung meninggalkan tempat sholatnya lalu berdiri untuk segera kembali meneruskan kesibukan duniawinya. Mereka tidak menyempatkan diri untuk berhenti sejenak membaca wirid <span class="fullpost"> ataupun bacaan-bacaan yang sesungguhnya dianjurkan dan dicontohkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.<br /><br />Padahal terdapat banyak variasi wirid yang dicontohkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam selepas beliau mengerjakan sholat lima waktu. Di antaranya:<br /><br />أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ<br /><br />Apabila Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam selesai dan salam dari sholat beliau mengucapkan: ”Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya segala puji dan bagiNya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah. Kekayaan seseorang tidak berguna dari ancamanMu.” (HR Bukhary 3/348)<br /><br />Setidaknya dari wirid di atas ada tiga poin penting yang mengandung pengokohan kembali iman seseorang. Pertama, ia mengokohkan pengesaannya akan Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia memperbaharui tauhid-nya, keimanannya bahwa hanya ada satu ilah di jagat raya ini dan bahwa ilah tersebut tidak memiliki sekutu apapun bersamaNya.<br /><br />Kedua, ia mengokohkan keyakinannya bahwa sesungguhnya rezeqi seseorang sepenuhnya telah ditakar dan ditentukan terlebih dahulu oleh Allah subhaanahu wa ta’aala. Sehingga pembaharuan keyakinan ini akan membuat dirinya tetap rajin namun tidak ngoyo dalam mengejar rezeqi di dunia.<br /><br />Ketiga, ia bahkan membebaskan dirinya dari faham materialisme. Suatu faham yang menganggap bahwa banyak-sedikitnya materi menentukan mulia-hinanya seseorang. Padahal sekaya apapun seseorang, maka sesungguhnya kekayaannya itu tidak dapat membebaskan dirinya dari ancaman serta siksaan Allah subhaanahu wa ta’aala bilamana ia tidak memenuhi hak Allah untuk disembah dan diesakan. Allah subhaanahu wa ta’aala bukanlah seperti kebanyakan fihak di dunia fana ini yang dengan mudah bisa disuap.<br /><br />Ada lagi jenis wirid yang biasa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam kerjakan sebagai berikut:<br /><br />عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ يَوْمًا ثُمَّ قَالَ يَا مُعَاذُ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ لَهُ مُعَاذٌ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَنَا أُحِبُّكَ قَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى<br />ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ<br /><br />Dari sahabat Mu’adz radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah menggandeng tangnnya dan bersabda: “Demi Allah, hai Mu’adz, sesungguhnya aku mencintaimu.” Lalu beliau bersabda: “Aku berwasiat kepadamu hai Mu’adz, jangan kau tinggalkan setiap selesai sholat ucapan: “Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku untuk berdzikir menyebut namaMu, syukur kepadaMu dan ‘ibadah yang baik untukMu.”(HR Ahmad 45/96)<br /><br />Orang yang rajin membaca wirid di atas selepas sholat lima waktu tentu akan menjadi seorang mu’min yang senantiasa rendah hati dan hanya bergantung kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Sebab betapapun banyaknya aktivitas dzikir, bersyukur dan ber-ibadahnya namun dengan penuh kesadaran ia terus memohon hanya kepada Allah subhaanahu wa ta’aala untuk menjadikan dirinya selalu sanggup mengerjakan ketiga perkara mulia tersebut.<br /><br />Bahkan ada jenis wirid yang menurut Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bila dikerjakan seorang muslim selepas sholat lima waktu akan menyebabkan dirinya terjamin memperoleh ampunan Allah subhaanahu wa ta’aala atas segenap dosanya betapapun banyaknya dosa yang ia miliki:<br /><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ (مسلم)<br /><br />“Barangsiapa bertasbih kepada Allah tigapuluh tiga kali setiap selesai sholat lalu bertahmid kepada Allah tigapuluh tiga kali dan bertakbir kepada Allah tigapuluh tiga kali maka itu adalah sembilanpuluh sembilan lalu mengucapkan -sebagai penyempurna menjadi seratus- dengan “Tidak ada ilah selain Allah tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segenap kerajaan dan miliknya segenap puji-pujian. Dan Dia atas segala sesuatu Maha Berkuasa, ” niscaya dosa-dosanya diampuni meskipun seperti buih lautan.” (HR Muslim 3/262)<br /><br />Tidak ada seorangpun manusia yang luput dari kesalahan dan dosa. Sehingga seorang muslim pastilah sangat berhajat akan ampunan Allah subhanaahu wa ta'aala agar dirinya selamat pada hari perhitungan kelak di akhirat.<br /><br />Maka, saudaraku, sempatkanlah untuk membaca wirid-wird yang dianjurkan dan dicontohkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam selepas sholat lima waktu. Jangan menjadi hamba dunia yang menyangka bahwa jika sudah selesai sholat yang penting adalah segera kembali mengerjakan kesibukan duniawinya. Padahal apalah artinya segenap dunia yang dikejar dibandingkan dengan kebaikan yang dijanjikan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam jika kita mau saja mengisi waktu sejenak selepas sholat wajib harian kita.<br />http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/wirid-sesudah-sholat-wajib.htm<br /></span><br /><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2011/02/wirid-sesudah-sholat-wajib.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-67620434530521008952011-02-19T06:56:00.000-08:002011-02-19T06:59:26.506-08:00Peringatan Maulid Nabi s.a.w. dan Bid'ahSaya pernah membaca dari buku terbitan kementrian agama Arab Saudi bahwa Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan dan dicontohkan pada masa Nabi Muhammad SAW maupun pada masa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. "Bagaimana dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia apakah ada hadist yang membenarkannya dan bagaimana sikap kita untuk menghadapi sesuatu yang dikatagorikan bid'ah?"<br /><span class="fullpost"><br />Tanya Jawab (422) Maulid Nabi s.a.w. dan Bid'ah<br />=======<br />Tanya :<br />=======<br />Assalaamu'alaikum Wr.Wb.<br />Ustadz yang saya hormati: Saya pernah membaca dari buku terbitan kementrian agama Arab Saudi bahwa Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan dan dicontohkan pada masa Nabi Muhammad SAW maupun pada masa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Dalam buku tersebut diperkuat pula dengan hadist-hadist shahih. Yang ingin saya tanyakan adalah: "Bagaimana dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia apakah ada hadist yang membenarkannya dan bagaimana sikap kita untuk menghadapi sesuatu yang dikatagorikan bid'ah?"<br />Wassalaamu'alaikum<br />=======<br />Jawab :<br />=======<br />Assalamua'alikum war. wab.<br />Ada tradisi umat Islam di banyak negara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya, untuk senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti Peringatan Maulid Nabi SAW, peringatan Isra' Mi'raj, peringatan Muharram, dan lain-lain. Bagaimana sebenarnya aktifitas-aktifitas itu? Secara khusus, Nabi Muhammad SAW memang tidak pernah menyuruh hal-hal demikian. Karena tidak pernah menyuruh, maka secara spesial pula, hal ini tidak bisa dikatakan "masyru'" [disyariatkan], tetapi juga tidak bisa dikatakan berlawanan dengan teologi agama. Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah "mengingat kembali hari kelahiran beliau --atau peristiwa-peristiwa penting lainnya-- dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada kejadian itu". Misalnya, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itu bisa kita jadikan sebagai bentuk "mengingat kembali diutusnya Muhammad SAW" sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja kita bisa mendapatkan semangat-semangat khusus dalam beragama, tentu ini akan mendapatkan pahala. Apalagi jika peringatan itu betul-betul dengan niat "sebagai bentuk rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW".<br />Dalam Shahih Bukhari diceritakan, sebuah kisah yang menyangkut tentang Tsuwaibah. Tsuwaibah adalah budak [perempuan] Abu Lahab [paman Nabi Muhammad [SAW]. Tsuwaibah memberikan kabar kepada Abu Lahab tentang kelahiran Muhammad [keponakannya], tepatnya hari Senin tanggal 12 Robiul Awwal tahun Gajah. Abu Lahab bersuka cita sekali dengan kelahiran beliau. Maka, dengan kegembiraan itu, Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah. Dalam riwayat disebutkan, bahwa setiap hari Senin, di akhirat nanti, siksa Abu Lahab akan dikurangi karena pada hari itu, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab turut bersuka cita. Kepastian akan hal ini tentu kita kembalikan kepada Allah SWT, yang paling berhak tentang urusan akhirat. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW secara seremonial sebagaimana yang kita lihat sekarang ini, dimulai oleh Imam Shalahuddin Al-Ayyubi, komandan Perang Salib yang berhasil merebut Jerusalem dari orang-orang Kristen. Akhirnya, setelah terbukti bahwa kegiatan ini mampu membawa umat Islam untuk selalu ingat kepada Nabi Muhammad SAW, menambah ketaqwaan dan keimanan, kegiatan ini pun berkembang ke seluruh wilayah-wilayah Islam, termasuk Indonesia. Kita tidak perlu merisaukan aktifitas itu. Aktifitas apapun, jika akan menambah ketaqwaan kita, perlu kita lakukan.<br />Tentang pendapat Ulama dan Pemerintah Arab Saudi itu, memang benar, sebagaimana yang kami tulis di atas. Tetapi, jika kita ingin 100% seperti zaman Nabi Muhammad SAW, apapun yang ada di sekeliling kita, jelas tidak ada di zaman Nabi. Yang menjadi prinsip kita adalah esensi. Esensi dari suatu kegiatan itulah yang harus kita utamakan. Nabi Muhammad SAW bersabda : 'Barang siapa yang melahirkan aktifitas yang baik, maka baginya adalah pahala dan [juga mendapatkan] pahala orang yang turut melakukannya' (Muslim dll). Makna 'aktifitas yang baik' --secara sederhananya--adalah aktifitas yang menjadikan kita bertambah iman kepada Allah SWT dan Nabi-Nabi-Nya, termasuk Nabi Muhammad SAW, dan lain-lainnya.<br />Masalah Bid'ah:<br />Ibnu Atsir dalam kitabnya "Annihayah fi Gharibil Hadist wal-Atsar" pada bab Bid'ah dan pada pembahasan hadist Umar tentang Qiyamullail (sholat malam) Ramadhan "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", bahwa bid'ah terbagi menjadi dua : bid'ah baik dan bid'ah sesat. Bid'ah yang bertentangan dengan perintah qur'an dan hadist disebut bid'ah sesat, sedangkan bid'ah yang sesuai dengan ketentuan umum ajaran agama dan mewujudkan tujuan dari syariah itu sendiri disebut bid'ah hasanah. Ibnu Atsir menukil sebuah hadist Rasulullah "Barang siapa merintis jalan kebaikan maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang orang yang menjalankannya dan barang siapa merintis jalan sesat maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang menjalankannya". Rasulullah juga bersabda "Ikutilah kepada teladan yang diberikan oleh dua orang sahabatku Abu Bakar dan Umar". Dalam kesempatan lain Rasulullah juga menyatakan "Setiap yang baru dalam agama adala Bid'ah". Untuk mensinkronkan dua hadist tersebut adalah dengan pemahaman bahwa setiap tindakan yang jelas bertentangan dengan ajaran agama disebut "bid'ah".<br />Izzuddin bin Abdussalam bahkan membuat kategori bid'ah sbb : 1) wajib seperti meletakkan dasar-dasar ilmu agama dan bahasa Arab yang belum ada pada zaman Rasulullah. Ini untuk menjaga dan melestarikan ajaran agama.Seperto kodifikasi al-Qur'an misalnya. 2) Bid'ah yang sunnah seperti mendirikan madrasah di masjid, atau halaqah-halaqah kajian keagamaan dan membaca al-Qur'an di dalam masjid. 3) Bid'ah yang haram seperti melagukan al-Qur'an hingga merubah arti aslinya, 4) Bid'ah Makruh seperti menghias masjid dengan gambar-gambar 5) Bid'ah yang halal, seperti bid'ah dalam tata cara pembagian daging Qurban dan lain sebagainya.<br />Syatibi dalam Muwafawat mengatakan bahwa bid'ah adalah tindakan yang diklaim mempunyai maslahah namun bertentangan dengan tujuan syariah. Amalan-amalan yang tidak ada nash dalam syariah, seperti sujud syukur menurut Imam Malik, berdoa bersama-sama setelah shalat fardlu, atau seperti puasa disertai dengan tanpa bicara seharian, atau meninggalkan makanan tertentu, maka ini harus dikaji dengan pertimbangan maslahat dan mafsadah menurut agama. Manakala ia mendatangkan maslahat dan terpuji secara agama, ia pun terpuji dan boleh dilaksanakan. Sebaliknya bila ia menimbulkan mafsadah, tidak boleh dilaksanakan.(2/585)<br />Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa bid'ah terjadi hanya dalam masalah-masalah ibadah. Namun di sini juga ada kesulitan untuk membedakan mana amalan yang masuk dalam kategori masalah ibadah dan mana yang bukan. Memang agak rumit menentukan mana bid'ah yang baik dan tidak baik dan ini sering menimbulkan percekcokan dan perselisihan antara umat Islam, bahkan saling mengkafirkan. Selayaknya kita tidak membesar-besarkan masalah seperti ini, karena kebanyakan kembalinya hanya kepada perbedaan cabang-cabang ajaran (furu'iyah). Kita diperbolehkan berbeda pendapat dalam masalah cabang agama karena ini masalah ijtihadiyah (hasil ijtihad ulama).<br />Sikap yang kurang terpuji dalam mensikapi masalah furu'iyah adalah menklaim dirinya dan pendapatnya yang paling benar.<br />Demikian, semoga membantu<br />M. Luthfi Thomafi <br /><br />sumber : http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=898&Itemid=30</span><br /><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2011/02/peringatan-maulid-nabi-saw-dan-bidah.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-46025999780976894402011-02-19T06:54:00.000-08:002011-02-19T07:08:45.299-08:00Syeikh Yusuf Qaradhawi Nilai Maulid Tidak Bid’ah<a href="http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=12035" target="new"><img src="http://img25.imageshack.us/img25/11/yusufqrdw.jpg" border="0" height="100" width="100" /></a><br /></p><br /><br />Doha, NU Online<br />Ulama berpengaruh di Timur Tengah Syeikh, Yusuf Qaradhawi, berpendapat bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad diperbolehkan. Hal itu, menurut Qaradhawi juga merupakan perbuatan terpuji yang tidak dilarang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.<br /><span class="fullpost"><br />Pendapat Qaradhawi itu disampaikan Dr Khalid Hindawi, yang merupakan orang dekatnya dalam acara Maulid Nabi yang diselenggarakan di Kedutaan Besar RI untuk Qatar di Doha, pada akhir pekan lalu.<br /><br />”Syeikh Yusuf Qaradhowi pun mengeluarkan fatwa yang mendukung kegiatan Maulid Nabi sebagai suatu perbuatan terpuji dan diperbolehkan. Dan, tidak dengan mem-bid’ah-bid’ah-kan yang tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah,” katanya.<br /><br />Selain itu, Khalid juga menuturkan bahwa sungguh tidak bijaksana jika sesama muslim saling menghukumi, saling mengkafirkan dan saling merasa dirinya paling pintar dan benar sendiri dalam mennyikapi perbedaan pendapat.<br /><br />Peringatan Maulid Nabi itu juga diisi dengan berbagai kegiatan sekaligus menjadi ajang silaturrahmi bagi warga Indonesia di Qatar. Beberapa lomba digelar. Terdapat 15 peserta MTQ, 12 peserta lomba adzan dan 6 kelompok nasyid yang mengikuti lomba yang merupakan utusan dari berbagai kelompok pengajian yang berada di Qatar.<br /><br />Sementara itu, ibu-ibu dan masyarakat Indonesia di Qatar menggelar bazar makanan di halaman KBRI. Ratusan masyarakat Indonesia hadir berbondong-bondong dari berbagai kawasan di Qatar. Kontributor NU Online di Qatar Ahmad Sudjarad juga melaporkan, masyarakat penganut Nasrani juga menghadiri bazar dan menyatu tanpa melihat sekat-sekat keagamaan.<br /><br />Puncak acara diisi dengan ceramah inti Maulid Nabi yang disampaikan Ust Agus Mulyana. Dalam ceramahnya, ia menekankan tentang pentingnya meneladani kehidupan Rasulullah dalam berbagai aspeknya.<br /><br />”Semakin jauhnya kita dengan masa kehidupan Nabi, maka semakin harusnya kita mencintai Beliau. Karenanya, peringatan ini menjadi penting bagi pendidikan dan pemahaman generasi yang akan datang,” katanya.<br /><br />Juga ditambahkan bahwa pemahaman umat Islam tentang Islam hendaknya terus di kembangkan melalui mengaji dan belajar. ”Jangan sampai antar-sesama kita sendiri salah memahami tektualitas ajaran Islam yang rahmatan lil ’alamin,” tandasnya. (mkf) <br /><br />sumber http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=12035</span><br /><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2011/02/syeikh-yusuf-qaradhawi-nilai-maulid.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-12710649853385875442011-02-16T00:56:00.001-08:002011-02-16T01:00:54.847-08:00BECANDA DAN TERTAWA ADA BATASNYASaudariku muslimah, berbeda dengan sabar yang tidak ada batasnya, maka bercanda ada batasnya. Tidak bisa dipungkiri, di saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rileks dan santai untuk mengendorkan urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal ini tidak dilarang selama tidak berlebihan.<span class="fullpost"><br /><br />Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun Bercanda<br /><br />Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati serta membuat mereka gembira. Namun canda beliau tidak berlebihan, tetap ada batasnya. Bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula dalam bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam beberapa hadits yang menceritakan seputar bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Aku belum pernah melihat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan amandelnya, namun beliau hanya tersenyum.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)<br /><br />Adapun contoh bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dengan salah satu dari kedua cucunya yaitu Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.” (Lihat Silsilah Ahadits Shahihah, no hadits 70)<br /><br />Adab Bercanda Sesuai Syariat<br /><br />Poin di atas cukup mewakili arti bercanda yang dibolehkan dalam syariat. Selain itu, hal penting yang harus kita perhatikan dalam bercanda adalah:<br /><br />1. Meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.<br /><br />2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering berlebihan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.<br /><br />3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.<br /><br />4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius. Seperti dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim (pengadilan-ed), ketika memberikan persaksian dan lain sebagainya.<br /><br />5. Hindari perkara yang dilarang Allah Azza Wa Jalla saat bercanda.<br /><br />- Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)<br /><br />Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud)<br /><br />- Berdusta saat bercanda. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seseorang yang memperbaiki akhlaknya.” (HR. Abu Dawud). Rasullullah pun telah memberi ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)<br /><br />- Melecehkan sekelompok orang tertentu. Misalnya bercanda dengan melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, bahasa tertentu dan lain sebagainya, yang perbuatan ini sangat dilarang.<br /><br />- Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang lain tertawa.<br /><br />6. Hindari bercanda dengan aksi atau kata-kata yang buruk. Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al-Isra’: 53)<br /><br />7. Tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah)<br /><br />8. Bercanda dengan orang-orang yang membutuhkannya.<br /><br />9. Jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda. Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat Al-Qur’an dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.<br /><br />Demikianlah mengenai batasan-batasan dalam bercanda yang diperbolehkan dalam syariat. Semoga setiap kata, perbuatan, tingkah laku dan akhlak kita mendapatkan ridlo dari Allah, pun dalam masalah bercanda. Kita senantiasa memohon taufik dari Allah agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang wajahnya tidak dipalingkan saat di kubur nanti karena mengikuti sunnah Nabi-Nya. Wallahul musta’an.<br /><br />***<br /><br />Diringkas dari: majalah As-Sunnah edisi 09/tahun XI/ 1428 H/2007 M.<br />Artikel www.muslimah.or.id</span><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2011/02/becanda-dan-tertawa-ada-batasnya.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-7113116332677581522011-02-06T21:32:00.000-08:002011-02-15T17:29:59.826-08:00ARTI SEBUAH CINTAPENGAJIAN MALEM SENEN TGL 06-02-2011 DI MASJID GUNUNG-SARI<br />masalah / pembahasan tentang arti sebuah cinta,<br /><br />Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.<br /><br /><span class="fullpost">Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu sedikitpun.<br /><br />Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti ini, setan tampil mengibarkan benderanya dan menabuh genderang penyesatan dengan mengangkat cinta sebagai landasan bagi pembolehan terhadap segala yang dilarang Allah dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<br /><br />“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)<br /><br />Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya dari shahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu mengatakan: ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)<br /><br />Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan: “Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran: 13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang besar antara dua negeri tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa hal-hal tersebut (syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka, semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”<br /><br />Definisi Cinta<br /><br />Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)<br /><br />Hakikat Cinta<br /><br />Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.<br /><br />Cinta kepada Allah<br /><br />Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3/22) berkata: “Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka:<br /><br />“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)<br /><br />Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”<br /><br />Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik rahimahullah:<br /><br />“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)<br /><br />Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:<br /><br />Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.<br /><br />Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.<br /><br />Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.<br /><br />Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.<br /><br />Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.<br /><br />Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.<br /><br />Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.<br /><br />Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).<br /><br />Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.<br /><br />Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)<br /><br />Cinta adalah Ibadah<br /><br />Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<br /><br />“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)<br /><br />“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)<br /><br />“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)<br /><br />Adapun dalil dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”<br /><br />Macam-macam Cinta<br /><br />Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:<br /><br />Pertama, cinta ibadah.<br /><br />Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.<br /><br />Kedua, cinta syirik.<br /><br />Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<br /><br />“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)<br /><br />Ketiga, cinta maksiat.<br /><br />Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<br /><br />“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)<br /><br />Keempat, cinta tabiat.<br /><br />Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<br /><br />“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.” (Yusuf: 8)<br /><br />Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.<br /><br />Buah cinta<br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)<br /><br />Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)<br /><br />Bila kita ditanya bagaimana hukumnya cinta kepada selain Allah? Maka kita tidak boleh mengatakan haram dengan spontan atau mengatakan boleh secara global, akan tetapi jawabannya perlu dirinci.<br /><br />Pertama, bila dia mencintai selain Allah lebih besar atau sama dengan cintanya kepada Allah maka ini adalah cinta syirik, hukumnya jelas haram.<br /><br />Kedua, bila dengan cinta kepada selain Allah menyebabkan kita terjatuh dalam maksiat maka cinta ini adalah cinta maksiat, hukumnya haram.<br /><br />Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka yang seperti ini diperbolehkan.<br /><br />Wallahu a’lam.<br /><br />sumber: www.blog.bukukita.com</span><br /><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2011/02/arti-sebuah-cinta.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-81915288437555342112011-02-01T05:38:00.000-08:002011-02-15T17:31:24.759-08:00PENGERTIAN MATI SYAHID/ KHUSNUL KHATIMAHpengajian di masjid gunung-sari kmaren malem senen tgl 30<br /><br />Tanda-tanda husnul khatimah banyak yang telah disimpulkan oleh para ulama dengan penelitian terhadap nash-nash yang terkait. Disini kami uraikan sebagian tanda-tanda tersebut, apakah mati Syahid hanya bagi yang gugur di medan tempur saja? Tentunya tidak. Ada tiga macam Mati Syahid, yaitu: <span class="fullpost"><br /><br />1.Mati Syahid dunia akhirat, (tentara yang gugur di medan tempur dalam membela Agama Allah). <br />2.Mati Syahid Akhirat, (Mati akibat, melahirkan, tenggelam, sakit perut, tertimpa batu atau sejenisnya, kecelakaan dll). <br />3.Mati Syahi Dunia, (perajurit gugur di medan tempur dengan niat membela Agama Allah dan mengharap rampasan perang). <br /><br />Alhasil, semuanya mendapat derajat/ pahala mati Syahid, hanya saja, paling utama adalah mati Syahid Dunia Akhirat dan jasadnya haram dimandikan dan di shalatkan, adapaun jenis yang lain, sekalipun mendapat derajat/ pahala mati Syahid tetap wajib dimandikan, dishalatkan dan kafani. mari kita simak beberapa Hadist Nabi Muhammad SAW tentang wafat Husnul khatimah dan mati Syahid beserta tanda-tandanya, diantaranya:<br /><br /><br />1.Wafat dalam keadaan mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah. Hadits riwayat Al-Hakim dll, bahwasannya Rasululah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Barangsiapa yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallah, maka ia masuk surga”.<br /><br /><br />2.Meninggal dengan kening berkeringat. Hadits riwayat Buraidah bin Hashib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Kematian seorang mukmin dengan keringat di kening”.<br /><br /><br />3.Wafat pada malam Jum’at atau siangnya. Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Tidaklah seorang muslim wafat pada hari Jum’at atau malam Jum’at,melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur”.(Ahmad & Tirmidzi). Disini kita bertanya tanya, bagaimana kalau seorang yang wafat selain hari kamis atau jum’at? Tentunya sama saja, tergantung amalannya selama didunia. Walaupun wafat hari Jum’at/ malam Jum’at, bila perbuatannya buruk hingga menghembuskan nafas yang terakhir, maka tetap akan mendapat siksa Allah. Yakni, wafat hari Jum’at/ malam Jum’at itu bukan jaminan. Banyak sekali orang-orang yang baik prilakunya, namin ia mati dhari-hari selain Jum’at/ malam Jum’at termasuk Nabi Muhammad SAW wafat pada hari minggu malam senin. Maka dari itu, kita diwajibkan berbaik sangka terhadap orang yang sudah mati. Hadits riwayat Muslim dalam Shahihnya, bahwasanya beliau SAW, bersabda:<br /><br /><br />4.Mati karena tertimpa reruntuhan. Berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi SAW beliau SAW bersabda, Maksud Hadist: “Orang yang mati syahid ada lima, yaitu: Orang yang mati terkena penyakit tha’un, sakit perut, orang tenggelam, orang yang terkena reruntuhan dan orang yang shahid di jalan Allah.”<br /><br /><br />5.Tanda mati husnul khatimah, khusus bagi wanita, ialah meninggal saat nifas, ataupun meninggal saat sedang hamil. Telah diriwayatkan sebuah Hadits shahih dari Imam Ahmad, dengan sanad Ubadah bin Ash Shamit ra, bahwa Nabi Muhammad SAW menyebutkan beberapa syuhada’, diantaranya, Maksud Hadist:<br /><br /><br />“…Dan wanita yang dibunuh anaknya (kerana melahirkan) masuk golongan syahid, dan anak itu akan menariknya dengan tali pusatnya ke Surga (syahid akhirat)”.<br /><br /><br />6.Meninggal kerana terbakar dan radang selaput dada. Rasulullah SAW pernah menyebutkan macam-macam orang yang mati syahid, termasuk orang yang mati terbakar. Demikian pula orang yang meninggal lantaran menderita radang selaput dada, yaitu bengkak yang meradang, nampak pada selaput yang ada di bagian dalam tulang-tulang rusuk. Adapun haditsnya diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya.<br /><br /><br />7.Diantara Hadist yang menjelaskan jenis kematian syahid yang lain yaitu: hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan Annasaa’i, bahawa Nabi SAW bersabda, Maksud Hadist: “Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela agamanya, maka ia syahid. Dan barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia syahid”.<br /><br /><br />8.Meninggal kerana sedang bertugas (menjaga wilayah perbatasan) di jalan Allah Ta’ala. Berdasarkan hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik daripada puasa beserta shalat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus mengalir, dan akan diberikan rezeki baginya, dan ia terjaga dari fitnah”.<br /><br /><br />9.Wafat dalam keadaan melakukan amal sholeh. Nabi SAW, bersabda, Maksud Hadist: “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illallah karena Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk surga. Barangsiapa berpuasa karena Allah kemudian amalnya diakhiri denganya, maka ia masuk surga. Barangsiapa bersedekah kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk surga”. (Imam Ahmad dll).<br /><br /><br />Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa terlihatnya salah satu di antara tanda-tanda itu pada satu jenazah, bukan berarti dia dipastikan menjadi penduduk Surga. Namun diharapkan (baik sangka), itu sebagai tanda baik baginya. bilamana tanda-tanda itu tidak ada pada satu jenazah, maka janganlah menyangka bahwa seseorang ini tidak baik. Semua ini merupakan masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala.<br /><br /><br />SEBAB-SEBAB MATI HUSNUL KHATIMAH<br /><br />1.Faktor terpenting, yaitu istiqomah melakukan ketaatan dan takut kepada Allah serta segera bertaubat dari perbuatan haram yang melumurinya, hendaknya tidak berkecimpung didalam kemaksiatan (dosa-dosa besar) dengan disengaja, seperti Ghibah, Adu domba, Makan hasil bunga bank (riba’), Berdusta, Sumpah palsu, Saksi palsu, berzina dll. Yang paling Inti hendaknya merealisasikan Tauhid dan Perbuatan yang paling dilarang adalah Syirik (menyekutukan Allah). Maksud Firman Allah: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (Annisaa’ : 48).<br /><br /><br />WAFAT SU’UL KHATIMAH (AKHIR HAYAT BURUK)<br /><br />Su’ul khatimah (akhir hayat yang buruk) adalah mati dalam keadaan berpaling dari Allah, berada di atas murkaNya serta meninggalkan kewajiban dari Allah Ta’ala, dan Tidak diragukan lagi, bagi yang sering meninggalkan shalat dan belum bertaubat, bisa dipastikan akan menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan su’ul khatimah. demikian ini akhir kehidupan yang menyedihkan, Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari bahaya mati su’ul khatimah.<br /><br /><br />Terkadang nampak pada sebagian orang yang sedang sakaratul maut, tanda-tanda yang mengisyaratkan su’ul khatimah, seperti: menolak mengucapkan syahadat, justru mengucapkan kata-kata jelek dan haram, serta menampakkan kecenderungan padanya dan lain sebagainya. Kami perlu menyebutkan begaimana contoh benar kejadian tersebut.<br /><br /><br />Kisah yang dibawakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitabnya, “Aljawaabul Kaafi”, bahwa ada seseorang saat sakaratul maut, dia diingatkan, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah”. Lalu orang itu menjawab: ”Apa gunanya bagiku, Aku pun tidak pernah mengerjakan shalat kerana Allah, meskipun sekali”. akhirnya ia pun tidak mengucapkannya.<br /><br /><br />Al-Hafizh Rajab dalam kitab “Jami’ul Ulum wal Hikam”, menukil dari salah satu ulama, Abdul ‘Aziz bin Abu Rowwad, beliau berkata: “Aku menyaksikan seseorang, yang ketika hendak meninggal ditalqin (diajari) Laa ilaha illallah. Akan tetapi, ia mengingkarinya pada akhir ucapannya.”<br /><br />Kemudian Syaikh Abdul Aziz bertanya kepadanya tentang orang ini. Ternyata ia seorang peminum arak. Selanjutnya Syaikh Abdul Aziz berkata: “Takutlah kalian terhadap perbuatan dosa, kerana perbuatan dosa itu yang telah menjerumuskannya”.<br /><br /><br />Berikut ini kami bawakan keterangan Ibnul Qayyim. Komentar ini dibawakan setelah menyebutkan kisah-kisah di atas. Beliau berkata: “Subhanallah, betapa banyak orang yang menyaksikan ini mendapatkan pelajaran, Apabila seorang hamba, pada saat sadar, kuat, serta memiliki kemampuan, dia bisa dikuasai syaitan, ditunggangi perbuatan maksiat yang diinginkannya, mampu membuat hatinya lalai dari mengingat Allah Ta’ala, menahan lisannya dari dzikir, dan (begitu pula) anggota badannya dari mentaati-Nya, lalu bagaimana kiranya ketika kekuatannya melemah, hati dan jiwanya kacau karena goncangan sakitnya nazak tercabutnya nyawa (sakaratul maut) yang sedang dia alami? Sementera saat itu, syaitan mengerahkan seluruh kekuatan dan konsentrasinya, dan menghimpun semua kemampuannya untuk mencuri kesempatan (mengharap mati su’ul khatimah). Sesungguhnya ini adalah klimaks. Saat itu, hadir syaitan yang terkuat, sementara si hamba dalam kondisi paling lemah. Siapakah yang sanggup menyelamatkan?<br /><br /><br />Pada kondisi seperti ini, telah disinggung dalam Alquran, maksud Firman: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dhalim dan bererbuat apa yang Dia kehendaki”. (Ibrahim : 27).<br /><br /><br />Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari mengingat Allah Ta’ala, (selalu) mengikuti nafsunya dan melampaui batas, bagaimana mungkin diberi petunjuk agar husnul khatimah? Orang yang hatinya jauh dari Allah Ta’ala, lalai dari-Nya, mengagungkan nafsunya, menyerahkan kepada syahwatnya, lisannya kering dari dzikir, serta anggota badannya terhalang dari ketaatan dan sibuk dengan maksiat, maka mustahil mendapat petunjuk agar akhir kehidupannya baik (husnul khatimah).<br /><br /><br />Semoga Allah melindungi kita dari su’ul khatimah. Kerana itu, selayaknya bagi orang yang berakal agar mewaspadai ketergantungan hatinya terhadap perbuatan-perbuatan yang haram. Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami sebagai penutup amal kami. Jadikanlah umur terbaik kami sebagai akhirnya. Dan jadikanlah hari terbaik kami sebagai hari kami menjumpai-Mu Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melaksanakan berbagai kebaikan dan menjauhi semua kemungkaran.</span><br /><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2011/02/pengajian-di-masjid-gunung-sari-kmaren.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-73673854431030115922011-01-09T19:39:00.000-08:002011-02-15T17:51:03.770-08:00Apakah yang lebihkemaren dapet pengajian di gunung-sari langsung aj ya??<br /><br />Sayyidina Ali pernah ditanya mengenai berbagai keunggulan:<br /> <br />Apakah yang lebih berat daripada langit?<br />Apakah yang lebih luas daripada bumi? <span class="fullpost"><br />Apakah yang lebih kaya daripada lautan?<br />Apakah yang lebih keras daripada batu?<br />Apakah yang lebih panas daripada api?<br />Apakah yang lebih dingin daripada zamharir (benda yg paling dingin)?<br />Apakah yang lebih pahit daripada racun?<br /> <br />Sayyidina Ali menjawab :<br /> <br />Berbuat dusta lebih berat daripada langit.<br />Kebenaran lebih luas daripada bumi.<br />Hati yang menerima (apa adanya) lebih kaya daripada lautan.<br />Hati orang yang munafik lebih keras daripada batu.<br />Penguasa yang menyelewengkan jabatannya lebih panas daripada api.<br />Meminta kpd orang yang tercela lebih dingin daripada zamharir.<br />Adu domba lebih pahit daripada racun.</span><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2011/01/apakah-yang-lebih.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-89826325859435874072010-10-09T02:34:00.001-07:002011-02-15T17:20:47.436-08:00Sholawat atas Nabi Muhammad saw.Shalawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw dan keluarga, sahabat-sahabat serta para pengikutnya.<br />Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.<br />Ada sebuah cerita, bahwasanya ulama besar Sufyan ats Tsauri sedang thawaf mengelilingi ka’bah dan melihat seseorang yang setiap kali mengangkat kaki dan menurunkannya senantiasa membaca shalawat atas nabi. Sufyan bertanya: “Sesungguhnya engkau telah telah tinggalkan tasbih dan tahlil, sedang engkau hanya melakukan shalawat atas Nabi. Apakah ada bagimu landasan yang khusus? Orang itu menjawab: “Siapakah engkau? Semoga Allah mengampunimu. Sufyan menjawab: “Saya adalah sufyan ats tsauri”. Orang itu berkata: “seandainya kamu bukanlah orang yang istimewa di masamu ini niscaya saya tidak akan memberitahukan masalah ini dan menunjukkan rahasiaku ini”.<br /><span class="fullpost">Kemudian orang itu berkata kepada sufyan: “sewaktu saya mengerjakan haji bersama ayahku, dan ketika berada di dekat kepalanya ayahku meninggal dan mukanya tampak hitam, lalu saya mengucapkan “innalillah wa inna ilahi rajiun” dan saya menutup mukanya dengan kain. Kemudian saya tertidur dan bermimpi, dimana saya melihat ada orang yang sangat tampan, sangat bersih dan mengusap muka ayahku, lalu muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih. Saat orang yang tampan itu akan pergi, lantas saya pegang pakaiannya sambil bertanya: “wahai hamba Allah siapakah engkau? Bagaimana lantaran kamu Allah menjadikan muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih di tempat yang istimewa ini?. Orang itu menjawab: “apakah kamu tidak mengenal aku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah yang membawa al-Quran. Sesungguhnya ayahmu itu termasuk orang yang melampaui batas (banyak dosanya) akan tetapi ia banyak membaca shalawat atasku. Ketika ia berada dalam suasana yang demikian, ia meminta pertolongan kepadaku, maka akupun memberi pertolongan kepadanya, karena aku suka memberi pertolongan kepada orang yang banyak memperbanyak shalawat atasku”. Setelah itu saya terbangun dari tidur, dan saya lihat muka ayahku berubah menjadi putih. (Dari Kitab: Tanbihun Ghofilin, as-Samarqhondi, hal: 261)<br />Begitu dahsyatnya balasan shawalat terhadap Nabi Saw. sehingga bagi siapapun yang mengucapkannya akan melibatkan Allah, para malaikat dan Nabi Muhammad Saw langsung membalasnya, tidak cuma balasan pahala, imbalan atau keselamatan di akhirat, tetapi juga mendapat syafaat dari Nabi Muhammad Saw.<br />Orang yang mendengar shalawat atas nabi, tetapi tidak menjawabnya lalu ia meninggal dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari RahmatNya.<br />Sabda Nabi:<br />“Jibril datang kepadaku dan berkata: “wahai Muhammad, barangsiapa yang mendapatkan bulan ramadhan namun ia tidak diampuni dosanya, lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah akan menjauhkan dari RahmatNya. Aku menjawab: “amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang masih bertemu dengan kedua orangtuanya atau salah satu diantaranya kemudian tidak berbuat baik pada orang tuanya, lalu mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku menjawab: “Amin”. Jibril berkata lagi: “barangsiapa yang disebutkan namamu (muhammad) namun ia tidak membacakan shalawat lalu ia mati dan masuk neraka, maka Allah menjauhkan dari rahmatNya. Aku mengucapkan “Amin”. (HR. Ibnu Hibban).<br />Ucapkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad Saw, disaat kita senggang, disaat akan menggubah posisi kegiatan kita, disaat kapanpun, dimanapun selagi kita mampu. Dan bila ada yang mengucapkan shalawat:<br />اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد<br />Maka kita menjawab:<br />اللهم صلى وسلم وبارك على محمد<br /><br />Jangan lupakan shalawat, karena bila kita lupa berarti kita telah melupakan seseorang yang telah menunjukkan kita kejalan yang lurus yaitu Nabi Muhammad Saw. bila kita telah melupakan shalawat berarti kita telah melupakan dan keliru dari jalan yang seharusnya kita tempuh menuju sorga.<br />“barangsiapa yang lupa membaca shawalat atasku, berarti ia telah keliru dari jalan ke sorga” (HR. Ibnu majah).</span><br /><a href="http://belencong-islam.blogspot.com/2010/10/sholawat-atas-nabi-muhammad-saw.html"target="new">baca selengkapnya</a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-79157159275488345392010-10-09T02:28:00.000-07:002011-02-15T17:21:31.438-08:00Tajwid DigitalIslam,tentunya ada beberapa sahabat yang belum mampu membaca kitab suci Al-Quran bukan berniat untuk merendahkan karena saya sendiri belum tentu mahir dan paham akan isi kitab suci agama islam.membaca Al-Quran ada sebagian mengatakan sulit ,tidak bila kita mau belajar,silahkan dengan software panduan ini , Belajar mudah membaca Al Quran yang meliputi : Bentuk, Makhraj dan Sifat huruf Hijaiyyah 1. Izh-Haar 2. Idghaam 3. Iqlaab 4. Ikhfaa’ 5. Qalqalah 6. Waqaf 7. Madd<br /><br />Silahkan Download<br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download.php?uid=bLGalZytbbCglJSobPiblJStYaqfkZWnag%3D%3D4/"target="new"><button>Tajwid Digital</button></a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6843719307089968214.post-66454662721951112162010-10-09T02:25:00.000-07:002011-02-15T17:22:50.624-08:00Al-Qur'an DigitalAssalamualaikum wr. wb.,<br /><br />Alhamdulillahirobbil 'alamin, wash sholaatu was salam 'ala Rosulillahi saw,<br /><br />Selamat datang di website program Al Quran Digital dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya software Al Quran ini diharapkan akan memudahkan setiap orang untuk membaca dan menyimak firman dari Allah swt sambil beraktifitas didepan komputer.<br /><br />Beberapa kemampuan software Al Quran Digital adalah sebagai berikut:<br />Menampilkan ayat-ayat Al Quran dalam tulisan Arab dan terjemahan Indonesia<br />Menampilkan catatan kaki dari Al Quran terjemahan Departemen Agama RI<br />Disediakan indeks menurut topik<br />Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) surat Al Baqarah dan juz 30<br />Melakukan pencarian kata dalam terjemahan<br />Membuat bookmark dari ayat yang dianggap penting<br />Ayat dalam tulisan Arab dan terjemahan dapat dicopy dan dipaste ke program lain seperti Microsoft Word<br />Tidak memerlukan instalasi font atau program tambahan<br />Install/Uninstall package<br />Selamat menggunakan, semoga banyak manfaat yang bisa diraih . Tanggapan, saran dan kritik akan sangat kami tunggu.<br /><br />Wassalamualaikum wr. wb.<br /><br />Tim penyusun. <br />sumber http://alqurandigital.com/<br /><br />yang mau download silahkan<br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/4919682/AlQuranDigital.zip.html/"target="new"><button>Alqur'an Digital</button></a>ahmad hukmihttp://www.blogger.com/profile/15276456331929255109noreply@blogger.com0